Kisah Karir Desainer Didi Budiardjo & Pandangannya tentang Fesyen

Inilah kisah karir desainer Didi Budiardjo dan pandangannya tentang fesyen seperti yang disampaikannya dalam wawancara bersama Liputan6.com

oleh Bio In God Bless diperbarui 17 Okt 2014, 07:35 WIB

Liputan6.com, Jakarta Nama Didi Budiardjo di dunia fesyen Indonesia sudah menggema selama 25 tahun. Perayaan 25 tahun dirinya berkarya di dunia fesyen diwujudkan dalam sebuah fesyen show yang diselenggarakan di Grand Ballroom Hotle Mulia pada Rabu, 1 Oktober 2014.

Bagaimana kisah karirnya di dunia fesyen? Dan apa pandangan seorang Didi Budiardjo tentang fesyen itu sendiri? Berikut ini adalah hasil wawancara Liputan6.com dengan Didi Budiardjo yang dilakukan di kediaman dan butiknya di Jalan Bendi Besar No.20 Tanah Kusir pada Selasa (14/10/2014).

 

Bagaimana ceritanya bisa masuk ke dunia fesyen?

Setelah SMA, semua teman saya sudah menentukan tempat kuliahnya. Saya berpikir bahwa kuliah bukan jalur yang pas untuk saya. Jadi saya putuskan untuk mendalami bidang fesyen. Saya masuk Lembaga Pengajaran Tata Busana (LPTB) Susan Budihardjo pada tahun 1988.

Foto dok. Liputan6.com

Setahun setelah masuk ada lomba kreativitas antar siswa. Saya ikut dan berhasil meraih juara pertama. Atas pencapaian itu, saya diikutsertakan sebagai wakil dari Indonesia untuk Asian Young Designer Contest yang pertama di Singapura. Saya memang tidak menang di kontes itu namun saya merasa bahwa memang bidang fesyen ini yang ingin saya tekuni.

Setelah lulus dari LPTB Susan Budihardjo, saya melanjutkan studi fesyen di Atelier Fleuri Delaporte, Paris. Sepulang saya dari Paris, saya lebih aktif lagi di dunia fesyen dan saya semakin yakin bahwa dunia fesyen adalah dunia saya.

Memang dari kecil saya suka dan tertarik dengan sesuatu yang berbau keindahan, terutama fesyen. Pada masa remaja pun terlihat ketertarikan saya pada fesyen. Di banding teman-teman, saya terbilang lebih berani dalam pemilihan model baju yang dikenakan. Ketertarikan saya pada fesyen semakin timbul sejak itu.

Bisa cerita tentang label-label yang sudah dibuat?

Pada tahun 1989 saya meluncurkan label `Anonymous`. Busana-busana di label itu adalah busana deluxe ready-to-wear. Kemudian pada tahun 1996 saya meluncurkan label `Didi Budiardjo`.

Foto dok. Liputan6.com

Di label `Didi Budiardjo` ini saya lebih bisa menemukan “diri” saya dan bisa lebih mengekspresikannya secara jujur. Sejak awal, label Didi Budiardjo ini memang fokus ke evening gown dan bridal gown.

Pada tahun beridirnya label itu, desainer Indonesia yang merancang evening gown dan bridal gown dipandang sebagai desainer kelas 2. Yang dianggap desainer kelas 1 saat itu adalah desainer ready-to-wear bernuansa avant garde.

Saya melihat hal ini sebagai tantangan. Lama kelamaan minat masyarakat pada fesyen evening gown dan bridal gown pun berkembang dan hal ini membantu saya untuk semakin berkembang.


Kecintaan pada Fesyen

Apa arti fashion bagi seorang Didi Budiardjo? Dan seberapa besar kecintaan Anda pada dunia fesyen?

Fashion untuk saya adalah a constant beating heart, degup nadi jantung yang berkesinambungan, bahwa fashion itu hidup. Jiwa fesyen memang tak bisa dibuat. Ia adalah intuisi kita sendiri. Seperti saya katakan bahwa fashion is my constant beating heart, jadi ketika jantung itu sudah tidak berdenyut mungkin akan mati. (tertawa).

Nilai apa yang Anda pegang dalam merancang?

Untuk saya quality itu nomor satu. Apapun yang dikerjakan itu harus berkualitas, mulai dari pemilihan bahan hingga pengerjaan.

Foto dok. Liputan6.com

Pada pagelaran busana 25 tahun berkarya yang bertajuk `Curiosity Cabinet`, ada puisi `Cet Amour` karya Jacques Prevert yang diperdengarkan pada area masuk. Bagaimana Anda melihat fesyen terkait seni?

Menurut saya fashion itu bukan art. Untuk saya fesyen adalah sesuatu yang dipakai dan bukan dipajang seperti art. Fesyen dan art adalah 2 hal berbeda yang saling tunjang.

Apa tips berbusana pesta yang bisa dibagikan?

Cara berbusana pesta harus dikembalikan pada pemakainya sendiri. Seseorang harus bisa be her self atau menjadi dirinya sendiri dan tidak menjadi orang lain. Seseorang yang memakai baju yang sesuai kepribadian akan lebih menonjolkan karakter orang tersebut.

Foto dok. Liputan6.com


Pandangan tentang Dunia Fesyen Indonesia

Bagaimana Anda melihat dunia fesyen evening gown dan bridal gown dibanding dunia fesyen ready-to-wear di Indonesia?

Keadaan tampak seperti dijungkirbalikkan 180 derajat. Kini banyak desainer yang berkecimpung di dunia evening gown dan bridal gown sementara bidang ready-to-wear malah jadi lebih lemah. Jika dibanding beberapa negara tetangga, dunia fesyen ready-to-wear Indonesia lebih lemah. Dunia fesyen memang berevolusi dan yang bisa mengungkap bagaimana jadinya adalah masyarakat itu sendiri.

Apa menurut Anda Indonesia bisa punya Fashion Capital seperti Paris, New York, Milan, dan London?

Menurut saya untuk bisa punya fashion capital harus ada komitmen dari pelaku-pelakunya dan pemerintah juga harus memberi dukungan. Paris dan Milan sebagai ibukota fesyen tidak terbentuk dalam waktu 10 atau 20 tahun. Butuh perjuangan yang luar biasa bagi kota-kota itu untuk menjadi ibu kota fesyen.

Menurut saya, kita tak perlu dibebani dengan pikiran untuk bisa menjadi seperti itu. Yang harus kita lakukan adalah kerja keras. Pangsa pasar Indonesia itu demikian besar dan kita harus menjawab tantangan untuk menggarapnya. Hal ini bisa menghidupkan perekonomian nasional.

Foto dok. Liputan6.com

Ada banyak pihak yang terlibat di dunia fesyen. Dunia fesyen adalah bidang yang padat karya. Kita harus berkonsentrasi dan bergandengan tangan untuk bisa memperlihatkan bahwa dunia fesyen Indonesia adalah hal yang perlu “dilihat”. Apakah kita nantinya akan diakui sebagai fashion capital atau tidak bukanlah hal penting menurut saya.

Apa kendala yang dihadapi dunia fesyen Indonesia untuk berkembang menjadi lebih baik?

Pertama kendalanya adalah sinergi antara para desainer fesyen dengan pengusaha garmen dan tekstil. Sejak 30 tahun yang lalu persoalan itu belum terselesaikan. Bicara soal bahan, kita bisa bangga akan batik sebagai produk budaya Indonesia. Sayangnya kain, pewarna, dan malam yang digunakan untuk membuat batik itu banyak diimpor.

Apa harapan untuk karir Anda dan dunia fesyen Indonesia di masa mendatang?

Untuk karir, saya berharap untuk bisa menyumbangkan sesuatu untuk dunia fesyen Indonesia. Untuk dunia fesyen Indonesia itu sendiri saya berharap agar fesyen Indonesia bisa semakin berkembang, pelaku-pelakunya lebih kompak untuk bisa mewujudkan fesyen Indonesia yang lebih kuat dan menjadi tuan rumah di negri sendiri.

Sekarang ini kita akan memasuki masa free trade sehingga kita harus siap dalam menghadapinya.

Foto dok. Liputan6.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya