Harapan Menteri Perindustrian Terhadap Inalum

Menteri Perindustrian, MS Hidayat mengungkapkan harapannya terhadap PT Indonesia Asahan Aluminium. Apa sajakah harapannya itu?

oleh Septian Deny diperbarui 16 Okt 2014, 18:54 WIB
MS Hidayat (Antara Foto)

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu keberhasilan Kementerian Perindustrian pada masa kepemimpinan MS Hidayat yaitu pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dari tangan PT Nippon Asahan Aluminium (NAA) Jepang. Lantas bagaimana nasib Inalum kedepan?

Hidayat mengatakan, agar segala upaya untuk mengambil alih Inalum tidak sia-sia, perusahaan harus mampu mendorong kinerja perusahaannya ke depan.

"Pada intinya, kita akan meningkatkan kinerja, produksinya ditingkatkan dua kali lipat, menambah modal, dan penambahan modal yang cukup besar itu bisa diatasi dengan dua hal. Apakah ada penyertaan dari pemerintah atau melakukan IPO," ujar Hidayat di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Kamis (16/10/2014).

Dia menjelaskan, saat ini setidaknya Inalum membutuhkan suntikan modal sebesar US$ 500 juta. Namun untuk bisa IPO, paling tidak dibutuhkan waktu 3 tahun ke depan.

"Kalau IPO (initial public offering/penawaran saham perdana) paling cepat itu 3 tahun dari sekarang dan harus diprogram. Penambahan modal yang dibutuhkan kira-kira US$ 500 juta. Harus di apply kepada APBN. Kalau nggak, minta izin pemerintah untuk IPO, 20 persen sahamnya dijual ke publik," lanjutnya.

Menurut Hidayat, lamanya waktu yang dibutuhkan agar Inalum bisa IPO karena perusahaan sendiri masih harus melakukan pembenahan internal setelah 100 persen menjadi BUMN.

"Kalau Anda mau restructure perusahaan, banyak sekali kinerja manajemen yang harus dilakukan. Apalagi kalau mau IPO, harus memenuhi prosedur dan standar untuk go public. Tapi positifnya, kalau itu IPO bisa terawasi," kata dia.

Hidayat mengungkapkan, saat ini masih menjadi perusahaan smelter atau peleburan alumunium terbesar se-ASEAN. Namun jika tidak dapat menjaga kinerjanya, Inalum akan mempunyai saingan berat yaitu perusahaan Malaysia.

"Kita harus waspada karena Malaysia sedang membangun. Tapi kita masih yang terbesar. Dan saya ingin kinerja Inalum ini di tangan putra-putra Indonesia bisa ditingkatkan," ungkapnya.

Untuk tetap menjaga kinerja Inalum, lanjut MS Hidayat, Kementerian Perindustrian telah menyusun suatu bisnis plan dengan tujuan meningkatkan produksi dari 225 ribu ton menjadi 500 ribu ton. Dengan begitu kapasitas untuk kebutuhan domestik dan ekspor akan terlayani.

"Itulah program 2-3 tahun ke depan. Jangan sampai, setelah puluhan tahun berjalan baik dengan manajemen pihak Jepang, kemudian pindah ke Indonesia kinerjanya melorot. Harus kita hindari demi kehormatan dan martabat bangsa," tandas Hidayat. (Dny/Ahm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya