Liputan6.com, Jakarta Jokowi sudah resmi menjadi Presiden Republik Indonesia yang ketujuh hari ini, Senin 20 Oktober 2014. Ia akan menjabat selama 5 tahun ke depan berkat dukungan relawan yang benar-benar bekerja memastikan langkahnya mulus naik menjadi presiden pilihan rakyat. Ketika ia mengucap janji di bawah sumpah, saat itulah peristiwa tersebut menjadi fakta politik. Suka tidak suka, Jokowi adalah presiden kita.
Hal ini perlu disadari oleh kita sebagai warga negara, entah tadinya pendukung Jokowi ataupun pendukung Prabowo, saat Jokowi menjadi presiden, persoalannya bukan lagi legitimate atau tidaknya. Bukan lagi soal stigma agama sampai komunis. Ini sudah sampai ke tingkatan fatsun politik Jokowi sebagai kepala negara dan pemimpin tertinggi angkatan bersenjata Republik Indonesia yang sah. Menghina Jokowi sama saja dengan menghina Indonesia karena sudah ada aturan hukum yang melindungi Jokowi selama menjalankan tugasnya sebagai presiden.
Advertisement
Apakah itu berarti kita tidak bisa mengkritik Jokowi? Tetap bisa, namun jalurnya sudah tersedia. Apakah itu berarti urusan kita sebagai warga negara selesai dengan kewajiban kita memilih dan kini tinggal menagih janji Jokowi yang banyak itu? Jawabannya: belum.
Menjadikan Jokowi sebagai presiden tidak serta-merta menyelesaikan tugas kita. Terlebih kita tahu, dalam pertarungan pemilihan presiden/pilpres lalu para relawan berperan besar. Apakah cukup mendudukkan wakil relawan dalam Rumah Transisi? Lalu dalam jajaran kementerian baru? Tidak. Ternyata relawan diharapkan lebih oleh Jokowi untuk terlibat juga dalam pemerintahannya. Tetapi bagaimana caranya?
Dalam pertemuan terbatas antara Ketua Pokja Revolusi Mental Profesor Paulus Wirutomo dengan saya dan sejumlah aktivis media sosial beberapa hari lalu, disampaikan beberapa hal.
Pertama, rumusan Revolusi Mental perlu dijabarkan kepada publik agar semua warganegara tahu pembenahan Indonesia membutuhkan campur tangan banyak orang, bukan hanya presiden. Untuk menjabarkannya, nantinya wakil-wakil netizen akan diundang ke Istana usai pelantikan Jokowi. Di sana, presiden dan Ketua Pokja Revolusi Mental akan menjelaskan rumusan, nilai-nilai, sasaran strategis, target, dan perubahan yang diinginkan lewat Revolusi Mental dan mengharapkan social media evangelist menyebarluaskan ke khalayak dengan segala cara yang dianggap perlu.
Kedua, untuk menjalankan program Revolusi Mental, presiden akan meminta keterlibatan relawan. Dalam pemerintahan Jokowi, jalur ini ditambah dengan melibatkan lebih banyak unsur, termasuk di dalamnya netizen untuk duduk di dalam Konsorsium Revolusi Mental. Apa saja tugas konsorsium ini? Tugasnya merencanakan, melakukan, menerapkan, mengevaluasi program Revolusi Mental secara terukur.
Ketiga, netizen akan kerap diundang ke istana setidaknya dua minggu sekali, sehingga Jokowi bisa mendengar langsung kritik sekaligus menyampaikan apa saja yang akan Jokowi lakukan ke depan.
Ketiga cara ini yang terungkap dalam pertemuan tersebut sehingga kini bukan soal apa yang akan Jokowi lakukan untuk kita, tetapi apa yang akan kita lakukan bersama Jokowi untuk Indonesia. Kita harus menanggalkan cara pikir lama yang menempatkan rakyat sebagai suara yang dibutuhkan dalam pilpres, karena di era Jokowi ini, suara rakyat diharapkan terus berkumandang di dalam pemerintahannya yang partisipatoris.
Maka tak ada salahnya, selain mengucapkan selamat atas disahkannya Jokowi sebagai presiden, kita juga mulai menyiapkan diri terlibat menjadi mata, mulut, dan telinga, dan tangan untuk Jokowi. Bahkan bila perlu, menjadi kaki untuk menendang Jokowi bila ia lalai.
Selamat bagi Presiden Jokowi dan selamat bekerja untuk semua kita dalam Indonesia yang baru ini.
Damar Juniarto
Blogger