Liputan6.com, Jakarta - Usai pelantikan dan pesta rakyat, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) mempunyai tugas berat untuk menyusun postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P 2015).
Pasalnya pemerintah baru memerlukan ruang fiskal lebih besar dari APBN 2015 yang sudah disepakati di pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Dari hasil rangkuman Liputan6.com, Jakarta, Selasa (21/10/2014), pendapatan negara dalam APBN 2015 disepakati sebesar Rp 1.793,6 triliun dan belanja negara sebesar Rp 2.039,5 triliun, dengan defisit anggaran mencapai Rp 245,9 triliun atau 2,21 persen terhadap Product Domestik Bruto (PDB).
Pendapatan negara tersebut sebagian besar berasal dari pendapatan dalam negeri Rp 1.790,3 triliun, yaitu penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.380 triliun, penerimaan negara bukan pajak Rp 410,3 triliun serta hibah Rp 3,3 triliun.
Sementara, belanja negara sebesar Rp 2.039,5 triliun terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp 1.392,4 triliun dan dana transfer ke daerah serta dana desa sebesar Rp 647 triliun. Belanja pemerintah pusat terdiri atas belanja Kementerian Lembaga Rp 647,3 triliun dan belanja non Kementerian Lembaga Rp 745,1 triliun.
"Dalam 9 tahun APBN kita naik cukup signifikan karena penerimaan negara bertumbuh. Jadi anggaran negara lebih besar menjadi Rp 2.000 triliun supaya program pembangunan makin lebih banyak," kata Menteri Keuangan Chatib Basri belum lama ini.
Sedangkan subsidi energi dianggarkan sebesar Rp 344,7 triliun, terdiri dari subsidi BBM, BBN, LPG, dan LGV ditetapkan Rp 276,01 triliun dan subsidi listrik Rp 68,68 triliun.
Penerimaan migas Rp 312,97 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) migas Rp 13,99 triliun dan cost recovery US$ 16 miliar, pendapatan mineral dan batu bara Rp 24,599 triliun dan PNBP mineral dan batu bara Rp 16,06 triliun. Dan untuk target dividen BUMN dalam draft tersebut disebutkan sebesar Rp 44 trilun.
Sementara pembiayaan anggaran yang ditetapkan untuk menambal defisit 2015 sebesar Rp 245,89 triliun berasal dari pembiayaan utang Rp 254,8 triliun dan pembiayaan non utang sebesar Rp 8,96 triliun.
Chatib Basri menegaskan, pemerintahan baru tak bisa mengajukan ataupun membahas APBN-P 2015 pada tahun ini. Hal ini menyusul rencana Tim Transisi Jokowi-JK yang berharap dapat mengejar APBN-P 2015 pada November atau Desember 2014.
"Tidak bisa, perubahan RAPBN 2015 hanya bisa dilakukan pada tahun depan. APBN-P cuma boleh dilakukan di tahun berjalan," tutur dia.
Advertisement
APBN-P 2015 mendesak bagi pemerintah baru lantaran Jokowi-JK akan mengalokasikan dana Rp 300 triliun untuk pembangunan infrastruktur.
Anggaran tersebut akan digunakan untuk modernisasi pasar, peningkatan kualitas kesehatan seperti rumah sakit, dan Puskesmas.
"Itu juga untuk menambah anggaran untuk penerimaan bantuan iuran (PBI) untuk BPJS, terus ada sembilan program, pendidkan wajib belajar 12 tahun. Kemudian infrastruktur untuk mempercepat kedaulatan pangan dan menggerakkan perekonomian," kata Anggota Tim Transisi Dolfie OFP. (Fik/Ahm)