SDA Bebas Berkeliaran, Keseriusan KPK di Kasus Haji Dipertanyakan

Akibat berlarut-larutnya penuntasan kasus dugaan korupsi haji, publik dinilai bisa pesimisitis terhadap KPK.

oleh Oscar Ferri diperbarui 24 Okt 2014, 16:43 WIB
(Liputan 6 TV)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dituding tidak serius mengusut tuntas kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadan haji. Sebab, mantan Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) yang sudah ditetapkan sebagai tersangka masih bebas berkeliaran.

Maka itu Direktur Indonesia Budget Centre (IBC) Roy Salam mempertanyakan kelambanan KPK dalam penyidikan kasus dugaan korupsi haji. Padahal, sejumlah saksi sudah diperiksa, tapi belum ada hal yang signifikan, termasuk SDA yang hingga kini belum ditahan.

"Sudah hampir 6 bulan, sejumlah saksi juga diperiksa, tapi kasus haji tidak ada perkembangan signifikan. Ini kinerja KPK perlu dipertanyakan," kata Roy Salam di Jakarta (24/10/2014).

Roy mengatakan, akibat berlarut-larutnya penuntasan kasus tersebut, publik bisa pesimisitis terhadap KPK dalam membongkar keterlibatan Suryadharma bersama kerabat dan kroninya. Publik sempat menaruh harapan besar ketika KPK mengajukan pencegahan terhadap Wardatul Asriah, istri Suryadharma dan sejumlah politikus lainnya.

"Tapi ya itu tadi, tidak ada perkembangan signifikan," ujar dia.

Sampai saat ini, kata Roy, Suryadharma masih beraktivitas di dunia politik. Padahal, publik sudah mengetahui kalau Suryadharma menyandang status tersangka kasus dugaan korupsi haji yang merugikan negara lebih dari Rp 1 triliun itu.

"Kami khawatir Suryadharma ada kesempatan untuk menghambat proses penyidikan," ujar Roy.

Sementara KPK sebelumnya menyatakan, karena ada dugaan korupsi dilakukan di Arab Saudi, penyidik KPK mengakui cukup kesulitan. "Memang kesulitan," kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja di Gedung KPK, Jakarta, Selasa 15 Oktober 2014 lalu.

Menurut Adnan, kesulitan itu disebabkan sejumlah faktor. Di antaranya locus delicty atau tempat terjadinya tindak pidana dalam kasus, di mana dugaan korupsi haji ini bukan ‎berada di Indonesia, yakni di Arab Saudi.

"Locus-nya itu di luar negeri‎ dan peristiwanya cukup panjang," ujar Adnan.

Beberapa pekan terakhir Suryadharma terus melakukan aktivitas politik, meski dirinya telah menyandang status tersangka KPK. Bahkan, dalam berbagai kesempatan, Suryadharma menyatakan KPK salah paham dalam penyidikan kasus dugaan korupsi haji.

KPK menetapkan Suryadharma sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun anggaran 2012-2013 di Kementerian Agama.

Dalam penyelenggaraan ibadah haji yang menelan anggaran sampai Rp 1 triliun itu, Suryadharma selaku Menteri Agama, diduga telah menyalahgunakan wewenang dan melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.

Modus penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan bekas Ketua Umum PPP itu, antara lain dengan memanfaatkan dana setoran awal haji milik masyarakat, untuk membayari keluarga dan koleganya serta pejabat dan tokoh nasional untuk pergi haji.

Selain keluarga SDA, di antara keluarga yang ikut diongkosi naik haji adalah para istri pejabat Kemenag. Di sisi lain, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah mengeluarkan Laporan Hasil Analisis (LHA) terkait kasus ini.

PPATK menemukan transaksi mencurigakan yang memperlihatkan Suryadharma mengajak sedikitnya 33 orang untuk berangkat haji pada 2012. Selain soal naik haji gratis bagi keluarga, kolega, pejabat, dan tokoh nasional itu, KPK juga mencium adanya dugaan penggelembungan harga terkait dengan katering, pemondokan, transportasi jemaah haji.

Ada juga soal dugaan penyelewengan kuota jemaah haji yang dilakukan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), termasuk soal dugaan kejanggalan dalam pembahasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) di Komisi VIII DPR.

Atas perbuatan yang disangkakan, Suryadharma dijerat Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 KUHPidana. (Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya