Liputan6.com, Jakarta - PT Chevron Pacific Indonesia (PCI) tengah tersangkut kasus proyek bioremediasi. Namun Chevron membantah proyek tersebut menimbulkan kerugian bagi negara seperti yang selama ini dituduhkan.
Presiden Direktur CPI, Albert Simanjuntak menyatakan, sebagai perusahaan yang memproduksi sebesar 40 persen dari total produksi migas di Indonesia, Chevron meminta pemerintah untuk memberikan kepastian hukum yang serius, sehingga pihaknya dapat terus bekerja dengan baik dan nyaman.
"Chevron butuh kepastian serius dari pemerintah untuk berikan rasa nyaman dalam bekerja. Kepastian hukum adalah hal yang penting dalam menarik investasi dari dalam dan luar negeri," ujar Albert dalam konverensi pers di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (24/10/2014).
Dia menjelaskan, dengan adanya kasus ini membuat perusahaan asal Amerika Serikat ini khawatir akan ketidakpastian hukum di Indonesia, terlebih bagi karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut.
"Ini menciptakan ketidakpastian hukum bagi 7 ribu karyawan kami dan 28 ribu kontraktor. Padahal kepastian hukum penting dalam investasi," lanjutnya.
Namun demikian, Albert menegaskan, pihaknya akan terus beroperasi sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku di Indonesia.
Hal yang senada juga dikatakan oleh kuasa hukum yang ditunjuk Chevron dalam kasus ini, Todung Mulya Lubis. Dia menyatakan, timbulnya kasus ini akan memberikan kesan yang buruk bagi investor terhadap Indonesia.
"Ini preseden yang buruk bagi Indonesia, akan membawa nama buruk di mata investor asing. Jangan mimpi bisa dapat investor dalam iklim yang buruk seperti ini," kata Todung.
Chevron Pacific Indonesia tengah menjalankan proyek bioremediasi atau pemulihan lingkungan dari kondisi tanah yang terkena limbah akibat eksplorasi minyak. Dalam proyek ini, timbul dugaan kerugian negara hingga US$ 23,361 juta atau sekitar Rp 200 miliar.
Salah satu karyawan Chevron Pacific Indonesia yang terserat dalam kasus ini yaitu Bachtiar Abdul Fatah yang telah dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman 4 tahun penjara serta denda sebesar Rp 200 juta. Namun akan diajukan peninjauan kembali (PK) kepada Mahkamah Agung.
Selain Bachtiar, ada 3 karyawan Chevron yang juga terseret dalam kasus ini, yaitu Manajer Sumatera Light South (SLS) dan Sumatera Light North (SLN) Endah Rumbiyanti, Team Leader SLS Migas Kukuh dan Team Leader SLN Kabupaten Duri Provinsi Riau Widodo. (Dny/Ahm)
Advertisement