Liputan6.com, Jakarta - Berbalut gaun batik berwarna ungu, Gayatri Wailissa tampak anggun. Rambutnya yang terjuntai ke atas bahunya seakan membingkai wajah ovalnya yang penuh optimisme. Tak hanya itu, tutur katanya yang tertata dan lugas menandakan ia sebagai anak istimewa.
Tampil dalam sebuah acara acara Kick Andy yang ditayangkan Metro TV 19 Juli 2013 lalu, Gayatri membuat decak kagum semua orang. Bagaimana tidak, saat itu usianya yang 18 tahun, sudah menguasai 14 bahasa asing.
Selain Bahasa Inggris, dia piawai berbicara dalam bahasa Arab, Jepang, Spanyol, Jerman, Perancis, Mandarin, Thailand, Italia, dan tidak lupa bahasa asli daerahnya, Ambon. Kata dia, bahasa Rusia, Korsel, dan Hindi Nepal masih dalam tahap proses pembelajaran.
"Yang paling sulit bahasa Jepang," kata wanita bernama lengkap Gayatri Wailissa itu.
Gayatri menuturkan ada 4 cara dalam mempelajari bahasa asing. Yaitu melalui buku, berbicara di depan cermin, mendengarkan lagu, dan menonton film.
"Apabila ada kesalahan dalam berbahasa, biasanya chat sama temen-temen. Saya sudah punya 5-10 partner untuk pembelajaran. Mereka ada di negara masing-masing," beber Gayatri.
Ketertarikan Gayatri pada bahasa dimulai sejak usia 7 tahun. Di tingkat SD, 6 bahasa sudah ia dikuasai secara otodidak.
Nama Gayatri mulai tertoreh tinta emas dunia setelah berhasil masuk seleksi menjadi duta anak. Mulai dari tingkat provinsi hingga tingkat nasional. Dari situ, dia mengikuti seleksi kepribadian hingga kemampuan intelektual.
Dia lantas masuk 10 besar dari ribuan siswa yang ikut seleksi sebelum terpilih mengikuti seleksi mewakili Indonesia menjadi Duta ASEAN untuk anak tahun 2012-2013.
Gayatri kemudian terpilih mewakili Indonesia ke tingkat ASEAN dan mengikuti pertemuan anak di Thailand dalam Convention on the Right of the Child (CRC) atau Konvensi Hak-Hak Anak tingkat ASEAN. Dalam forum ASEAN ini, Gayatri mendapat tempat terhormat dan mendapat julukan 'doktor' karena kemampuan 11 bahasa asing yang dikuasainya itu.
Di waktu luangnya, Gayatri juga aktif di berbagai bidang di antaranya adalah instruktur teater, penyiar radio, penerjemah bahasa, dan bahkan menulis berbagai karya sastra.
Selamat Jalan Gayatri...
Prestasi yang ditorehkan Gayatri kini terkubur seiring jasadnya yang membeku. Ia menghembuskan nafas terakhir pada Kamis 23 Oktober 2014 setelah dirawat sejak Senin 20 Oktober 2014 di RS Abdi Waluyo, Jakarta Pusat.
Masyarakat Indonesia berduka. Tak terkecuali pihak keluarga. Menurut kerabat, Hasni, kepergian Gayatri sangat mendadak. Sebab sebelumnya dia tidak menderita sakit atau mengeluh merasakan sakit. Apalagi mantan Duta ASEAN itu sempat menelepon akan mengirim kado terakhir untuk ibunya pada 23 Oktober.
"Kami tak pernah menduga, dia tidak ada sakit. Tolong doakan semoga kuburnya dilapangkan," kata Hasni dengan suara gemetar saat dihubungi Liputan6.com, Jumat 24 Oktober 2014.
Hasni menuturkan, Gayatri dilarikan ke rumah sakit setelah menderita pusing saat lari pagi di Taman Suropati, Jakarta Pusat. Bahkan kabarnya ia terjatuh. Saat itu, kata dia, Gayatri didampingi pengawal.
"Pusing dia saat itu lari pagi di Senopati, terus langsung masuk rumah sakit," ujar Hasni.
Hasni mengaku ada kejanggalan dalam kematian Gayatri. Karena itu, keluarga meminta adanya proses visum untuk memastikan penyebab kematian gadis .
Jenazah pun dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto untuk menjalani proses visum. Dengan keranda berbalut kain hijau, jenazah Gayatri diboyong keluar dari pintu emergency RS Abdi Waluyo, Menteng, Jakarta Pusat, menuju RSPAD.
Di RSPAD, jenazah dibawa ke ruang pemandian. Para kerabat dan keluarga yang hadir, langsung masuk ke ruang itu untuk memandikan Gayatri dan berdoa secara bersama-sama.
Usai dimandikan, jenazah Gayatri kemudian dikafani dan diperlihatkan untuk yang terakhir kalinya di hadapan para kerabat dekat dan keluarganya.
Saat prosesi tersebut berlangsung, ayah kandung Gayatri, Dedi Wailissa terlihat tegar. Walau wajahnya menunjukkan kesedihan, namun tidak tampak air mata di wajah Dedi. Setelah menatap wajah anaknya itu, ia pun kemudian mempersilakan keluarga lainnya untuk melihat Gayatri.
"Silakan kalau mau menyampaikan kata-kata terakhir, bicara saja di dekat telinganya, bisikkan. Silakan," ucap Dedi yang terlihat menunjukkan raut wajah sedih.
Para tamu yang datang juga terlihat sedih. Beberapa ada yang menangis dan mengabadikan jenazah Gayatri melalui kamera di telepon genggam. Para kerabat dan keluarga pun bersama-sama membacakan doa sebelum jenazah dipersiapkan untuk diterbangkan ke Ambon.
Setelah membacakan doa, beberapa petugas di RSPAD kemudian membawa sebuah peti jenazah untuk ditempati jenazah Gayatri. Tiga keluarga, termasuk sang ayah, mengangkat jasad remaja 19 tahun itu ke dalam peti.
Saat mengangkat anak gadisnya itu, tangis Dedi pun pecah. Kerabat lainnya yang datang turut menangis dan mengantar jasad Gayatri hingga masuk ke dalam ambulans. Rencananya, jenazah dibawa ke Ambon.
"Mau dibawa ke Ambon. Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan," kata Ibunda Gayatri, Nurul di RS Abdi Waluyo, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (24/10/2014).
Nurul tidak menjelaskan secara jelas kapan anaknya akan dimakamkan. Dia hanya bisa memastikan, jasad Gayatri langsung dimakamkan begitu tiba di Ambon.
Tersenyumlah ...
Sebelum menghadap sang pencipta, Gayatri menuliskan sejumlah kata inspiratif dalam akun twitter miliknya. Cuitan disampaikan dalam beberapa bahasa. Di antaranya bahasa Jerman seperti berikut ini.
"Hab Geduld, alle Dinge sind schwierig, bevor sie leicht werden."Bersabarlah, segala sesuatu memang sulit, sebelum dia menjadi mudah".#GW"
Selain itu, Gayatri juga menuliskan kata-kata yang amat menginspirasi dalam bahasa Finlandia, Suomi dfan maori.
"Isshōkenmei oinori o shi, seiippai hataraku. 'Berdoa sepenuh hati, bekerja sekuat tenaga'.#GW" (Bahasa Suomi)
Tak lupa, dia juga berkicau dengan bahasa Indonesia. "Tersenyumlah dalam situasi apapun, tanpa di sadari senyum itu yang akan menguatkan anda.#GW"
Bahkan kesedihan keluarga Gayatri kian tak tertahan setelah mendapatkan tulisan Gayatri di secarik kertas yang ditemukan di kamarnya di sebuah mess di Cikini, Jakarta Pusat.
Seperti dibacakan kerabatnya, Hasni, dengan suara gemetar, kertas itu bertuliskan, "Waktu yang telah berlalu tidak dapat kembali. Waktu yang akan datang belum pasti ada. Maka pergunakanlah waktu ini sebaik-baiknya."
Gayatri saat itu tengah menggunakan waktu dengan sebaiknya. Ia tengah berada di Jakarta untuk melakukan persiapan memasuki universitas. Dia bercita-cita menjadi diplomat. Untuk menggapai cita-citanya, Gayatri berencana mengambil kuliah jurusan hubungan internasional.
Menurut Hasni, selama di Jakarta Gayatri tinggal di mess TNI di Cikini, Jakarta Pusat. Pada 19 September 2014, Gayatri sempat pulang ke kampung halamannya di Ambon, Maluku, dan kembali ke Jakarta pada 1 Oktober lalu. Tak disangka, kepulangannya itu merupakan mudik terakhir Gayatri ke tanah kelahirannya.
Gayatri yang telah mengharumkan nama bangsa dengan talenta kecerdasan linguistiknya itu telah tiada karena pendarahan otak. Kesedihan pun mengiringi kepergian sang anak ajaib tersebut. Namun, Tuhan yang maha pengatur tentu memiliki rencana indah untuknya.
Kutipan puisi Kahlil Gibran ini mungkin bisa diperuntukkan bagi Gayatri.
Hapuslah air matamu, saudaraku...
dan tegakkanlah kepalamu seperti bunga-bunga menyemai jari-jemarinya menyambut mahkota fajar pagi...
Lihatlah Kematian berdiri bagai kolom-kolom cahaya antara ranjangku dengan jarak infiniti...
Tahanlah nafasmu dan dengarkan kibaran kepak sayap-sayapnya...
Dekatilah aku, dan ucapkanlah selamat tinggal buatku...
Selamat jalan Gayatri...
(Riz)
Advertisement