Adu Kuat KMP Vs KIH di Senayan

Ketika pemerintah mulai bekerja, wakil rakyat di DPR masih sibuk berebut posisi di komisi-komisi dan alat kelengkapan DPR lainnya.

oleh RinaldoEdward PanggabeanLuqman RimadiSilvanus AlvinTaufiqurrohman diperbarui 31 Okt 2014, 00:07 WIB
Gedung DPR

Liputan6.com, Jakarta - Dagelan yang tak lucu kembali diperlihatkan anggota DPR. Ketika jajaran pemerintah melalui menteri-menteri di Kabinet Kerja Jokowi-JK mulai menjalankan tugas, wakil rakyat di DPR masih sibuk berebut posisi di komisi-komisi dan alat kelengkapan DPR lainnya.

Puncaknya adalah ketika fraksi-fraksi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) mengeluarkan mosi tidak percaya kepada pimpinan DPR periode 2014-2019 yang semuanya diisi anggota DPR dari fraksi-fraksi pendukung Koalisi Merah Putih (KMP).

"Pandangan kami, pimpinan DPR tidak bisa dan tidak cakap melaksanakan tugas-tugas DPR. Kami resmi melayangkan mosi tidak percaya. Guna mengisi kekosongan pimpinan, kami ajukan pimpinan sementara yaitu Pramono Anung sebagai ketua," kata politisi PDIP Arief Wibowo di Gedung DPR, Jakarta, Rabu 29 Oktober 2014.

Ini memang sesuatu yang baru di lembaga DPR, di mana ada mosi tak percaya dan lahirnya DPR tandingan. Bahkan, pihak KIH yang mengajukan mosi tak percaya mengaku belum tahu dasar hukum langkah mereka sebagai pembenar dari apa yang sudah diputuskan itu.

"Landasan hukumnya rapat paripurna amburadul itu. Bahwa anggota dewan tidak diwakili kepentingannya," kata politisi PDIP Hendrawan Supratikno.

Kendati demikian, lemah di dasar hukum bukan berarti KIH tak memiliki alasan pembenar. Arief Wibowo mengatakan, ada beberapa hal yang menjadi dasar keluarnya mosi tidak percaya tersebut.

"Satu, pimpinan mengabaikan hal paling pokok, yaitu  mengabaikan pendapat. Seringkali tidak memberi kesempatan interupsi kalau bukan pihak kubu pimpinan (KMP), sama dengan pelanggaran tatib. Itu Pelanggaran Tata Tertib Pasal 31 ayat 1 huruf m," kata Arief.

Alasan kedua, lanjut Arief adalah cara kepemimpinan sidang yang jauh dari norma dan tidak menunjukkan sikap yang demokratis.

Politisi PDIP itu melanjutkan, para Pimpinan DPR juga memaksa untuk menempatkan kadernya di KMP untuk berada di alat kelengkapan dewan.

"Empat, pimpinan melakukan keberpihakan pada sidang untuk kelompok tertentu, sama juga pelanggaran tatib, dan sudah bersumpah bersikap adil," tandas Arief.

Langkah fraksi-fraksi KIH ini langsung mendapat respons keras dari Pimpinan DPR yang telah lebih dulu dilantik. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menegaskan, parlemen bukan ormas sehingga tak bisa dibentuk lembaga tandingan.

"Ini lembaga negara, bukan ormas‎. Lembaga negara tidak boleh ada dualisme," kata Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (30/10/2014).

Fahri mengatakan, bila KIH mau diakomodir, sudah ada aturan yang berlaku. "‎Prosedurnya kan ada, Bamus ada, ingin lobi-lobi setiap saat kita ada di sini," ujar politisi PKS ini.

Menurut Fahri, koalisinya telah berusaha mengakomodir KIH. Mulai dari pertemuan para tokoh, hingga lobi-lobi politik. Tapi tetap saja hasilnya buruk. Wasekjen PKS itu pun menyesalkan kondisi tersebut.

"‎Yang jelas kami ini kan sudah menyelenggarakan pemerintah dengan baik. Kami dianggap meragukan pemerintah, kami menghadap. Dituduh mau ambil, kita tunda, lobi-lobi lagi. Jadi yang begini agak membingungkan," tandas Fahri.

Ucapan Fahri diamini Pimpinan DPR lainnya. Wakil Ketua DPR Fadli Zon bahkan menanggapi lebih keras dengan menilai mosi tak percaya dari KIH sebagai bentuk makar.

"Kita bekerja dengan aturan, UU MD3 (MPR, DPR, DPD, dan DPRD), kita kan nggak bisa punya hak menyatakan mosi tidak percaya. Kita hanya punya hak menyatakan pendapat atau interpelasi," tutur Fadli di Gedung DPR.

"Kalau mereka melakukan itu, ini bisa dibilang makar, bisa dibilang ini contempt of parliament. Ilegal dan makar," tegas Wakil Ketua Umum Gerindra itu.

‎Fadli menilai tindakan yang dilakukan KIH sebagai bentuk ketidakdewasaan politik. Menurut dia, pimpinan ‎DPR hanya mengatur rapat pertama, selebihnya penentuan pimpinan alat kelengkapan dewan bukan dilakukan pimpinan DPR. Menurut Fadli, KIH telah menyalahi aturan yang berlaku karena tidak menyerahkan nama anggotanya ke komisi dan alat kelengkapan ‎dewan.‎

"Kita sudah paripurna 4 kali, konstituen ini melihat, UU mewajibkan setiap anggota DPR bisa masuk dalam komisi, kalau nggak masuk mereka melanggar UU‎," imbuh Fadli.

Untuk solusinya, Fadli menilai tidak perlu ada mediasi. "Cukup mereka menyerahkan nama-nama, masalah selesai," tandas Fadli.

Tanggapan berbeda datang dari Sekretaris Fraksi Partai Golkar di DPR Bambang Soesatyo yang mengatakan DPR tandingan yang dibuat KIH tidak lebih dari ekspresi orang-orang frustrasi yang haus kekuasaan atau jabatan, tapi tidak bisa mendapatkannya.

"Mereka frustrasi, sudah tidak dapat kursi menteri di kabinet, lalu sekarang di parlemen juga tidak dapat posisi. Makanya mereka membuat DPR tandingan dan makanya para pimpinan DPR tandingan itu adalah orang-orang yang kalah perang," ujar Bambang di Gedung DPR.

Pria yang akrab disapa Bamsoet itu mengatakan, bila KIH mau menguasai DPR, silakan menunggu 5 tahun lagi. Pernyataan tersebut pun menurut dia sebagai balasan terhadap pernyataan Jokowi beberapa waktu lalu.

"Jokowi pernah bilang kalau Prabowo ingin jadi presiden tunggu 5 tahun lagi. Nah harusnya PDIP dan rekan-rekan koalisinya memahami konteks pernyataan Jokowi tersebut dan bersabar 5 tahun lagi sampai pileg (pemilu legislatif) dilaksanakan kembali untuk menyapu bersih posisi pimpinan DPR," tutur Bamsoet.

Bamsoet menyarankan kepada politisi yang ada di KIH untuk terus bekerja untuk rakyat agar pada pileg mendatang bisa terpilih kembali.

"Berusahalah seluruh rakyat memilih mereka, jadinya mereka bisa borong semua pimpinan. Harusnya PDIP dan koalisinya memahami itu dan bersabar 5 tahun lagi untuk sapu bersih posisi di DPR dan di pemerintahan," cetus Bamsoet.

Sedangkan anggota Komisi III DPR Aboebakar Al Habsy mengingatkan bahwa dalam kehidupan bernegara ada aturan main. "Bila alasannya tak puas dengan terpilihnya alat kelengkapan dewan, kami pun bisa menggunakan alasan tersebut untuk membuat presiden tandingan," cetus Aboebakar.

Tak hanya itu, Ketua DPP PKS itu juga menyindir, koalisi pro-Prabowo bisa‎ saja membuat kabinet tandingan karena tidak dapat jatah menjadi menteri. "Tapi tidak, kan cara berpikir bernegara yang baik dan benar tidak seperti itu. ‎Mari kita ikuti aturan main yang ada," ujar dia.

Menurut Aboebakar, pimpinan DPR saat ini sudah sangat sabar hingga menunggu 4 kali paripurna agar partai-partai yang tergabung dalam KIH menyerahkan daftar nama anggota komisinya.‎ Apabila pada batas waktu yang ‎disepakati tidak juga dituruti, pasti pimpinan DPR angkat tangan dan melanjutkan proses selanjutnya.

‎"Oleh karenanya, saya sangat menyayangkan apabila dibentuk pimpinan DPR tandingan. Ini tidak baik untuk tradisi demokrasi di Indonesia," tandas Aboebakar.

KMP yang terdiri dari Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN, dan PKS, agaknya memang tak terusik dengan aksi dari DPR Tandingan tersenbut. Bahkan, sepanjang Kamis kemarin Pimpinan DPR melanjutkan pemilihan ketua komisi dan alat kelengkapan lainnya yang masih tersisa.

Pemilihan Ketua Komisi V dan Ketua Komisi XI yang sempat tertunda akhirnya selesai meski tanpa kehadiran anggota DPR dari KIH. Jabatan kedua komisi itu juga diduduki politisi dari KMP.

"Semua yang di bawah koordinasi saya yakni Komisi IV, V, VI, dan VII sudah selesai semua dengan lancar,‎" kata Wakil Ketua DPR Agus Hermanto.

Politisi Partai Gerindra Ferry Djemi Francis terpilih menjadi Ketua Komisi V. Ia dibantu 3 wakil ketua yaitu Michael Wattimena dari Partai Demokrat, Muhidin Mohamad Said dari Partai Golkar, dan Yudi Widiana dari PKS.

Ketua ‎Komisi XI juga terpilih dari anggota Koalisi Merah Putih. Ketua Komisi Fadel Muhammad dari Partai Golkar, dan 3 wakilnya yakni Gus Irawan Pasaribu dari Partai Gerindra, Marwan Cik Asan dari Partai Demokrat, dan Jon Erizal dari PAN.

‎Sementara pemilihan alat kelengkapan dewan, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf terpilih sebagai Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP). "BKSAP ketuanya Bu Nurhayati," kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon.

Nurhayati juga akan didampingi 3 wakil ketua yang juga berasal dari anggota KMP. Mereka yaitu‎ Meutya Hafid dari Fraksi Partai Golkar, Teguh Juwarno dari Fraksi PAN dan Rofii Munawar dari Fraksi PKS.

Dalam rapat penetapan alat kelengkapan dewan tersebut, 30 dari 50 anggota hadir. Selain BKSAP, koalisi pro Prabowo itu juga berhasil memenangkan ‎jabatan Badan Legilasi (Baleg), yaitu Ketua Baleg dari Partai Gerindra Saleh Wiyono.

Bisa dipastikan, kisruh antara kedua kubu di DPR akan makin meruncing. Masih syukur pemerintah dalam hal ini tampak enggan berkomentar dan tak mau terlibat dalam perseteruan tersebut.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengaku tidak mau mencampuri pembentukan pimpinan DPR RI tandingan dari partai Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Dirinya mengaku lebih fokus mengerjakan tugas-tugasnya sebagai wapres.

"Saya ini kan bukan pimpinan partai, jadi saya tidak paham itu," tegas Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis kemarin.

Namun, JK mengaku akan meminta penjelasan pembentukan pimpinan DPR tandingan itu, dengan sejumlah tokoh terdekat dan mencari solusi yang paling tepat dari pemerintah untuk diusulkan kepada parpol KIH.

"Saya kira itu hanya bersifat situasional. Ya tentu harus dimusyawarahkan penyelesaiannya," ujar JK.

Namun demikian, ia mengakui, memang ada permasalahan antara 2 kubu dalam pemilihan alat kelengkapan dewan. "Ya memang ada masalah, jadi kita minta diselesaikan secara musyawarah, pasti bisa‎," kata JK.

Yang jelas, anggota DPR yang berada di bawah payung KIH makin merasa ditinggalkan dengan hasil pemilihan pimpinan 2 komisi yang tersisa. Pintu musyawarah pun seolah sudah tertutup dan DPR Tandingan melanjutkan perlawanan.

Anggota DPR Fraksi PDIP Aria Bima mengatakan, DPR Tandingan akan menggelar rapat paripurna perdana pada Jumat 31 Oktober besok. "Sidang Paripurna rencananya jam 09.00," kata Aria.

Untuk ruangan, Aria mengaku akan menggunakan ruang paripurna yang biasa digunakan untuk rapat. Hal itu sudah dimintakan pihak DPR Tandingan ke Sekjen DPR.

"Tadi saya minta Sekjen, jangan politisasi juga atau pilih kasih. Harus fasilitasi kawan-kawan," imbuh dia.

Tak hanya itu, DPR Tandingan ini juga rencananya akan mengundang semua anggota DPR, termasuk Koalisi Merah Putih. "Kita undang seluruh anggota DPR yang ada," tandas dia.

Untuk lembaga sekelas DPR, ini tentu sebuah situasi yang sulit diterima. Lembaga yang dipercaya rakyat untuk menyuarakan suara mereka dan harusnya punya budaya musyawarah dan mufakat yang kental, ternyata lebih suka berseteru.

"Politisi kita belum mampu mendahulukan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan kelompok dan kepentingan pribadi," kata Yusril Ihza Mahendra dalam keterangan tertulis, Kamis kemarin, menanggapi kisruh di DPR.

Mantan Menteri Hukum dan HAM itu mengatakan, seharusnya para politisi tersebut mampu mengedepankan musyawarah dalam memecahkan persoalan bangsa, bukan semata-mata main kuat-kuatan dengan voting.

"Kembalilah kepada kepribadian bangsa yang mengedepankan kepentingan bersama dan menjunjung tinggi kemajemukan," ujar dia.

Ketua Dewan Syuro Partai Bulan Bintang itu menegaskan, negara takkan pernah berjalan baik dan sempurna kalau dikuasai oleh satu golongan saja, baik di eksekutif maupun di legislatif.

"Kekuasaan harus berbagi secara adil dan berimbang. Semua harus diberi kesempatan untuk memimpin lembaga-lembaga negara secara proporsional," saran Yusril.

Dia menegaskan, seharusnya para politisi dapat bercermin pada pengisian jabatan-jabatan eksekutif dan legislatif pada awal reformasi pasca-Pemilu 1999. Ada keseimbangan di sana.

"Selamatkan bangsa dan negara dari kekacauan. Inti dari semua itu adalah, para politisi harus mampu menahan diri. Kedepankan kedewasaan berpolitik dan cari penyelesaian kompromi," demikian Yusril.

Politisi kita memang aneh. Ketika masyarakat sudah move on dari persaingan dan keberpihakan dalam Pileg dan Pilpres 2014, justru mereka masih berada di masa lalu. Tak ada rasa malu atau jengah yang dirasakan politisi di Senayan atas semua lakon yang mereka mainkan.

Karena tak bisa berbuat apa-apa, publik memang hanya bisa menyaksikan lakon terbaru dari KMP versus KIH di Senayan. Entah siapa yang akan menang dari 'drama' yang dibiayai uang rakyat ini. Mudah-mudahan saja para politisi itu sadar kalau 'drama' mereka sungguh tak mendidik dan tak layak untuk ditonton. (Ali)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya