Hingga Kini Tak Ada Kasus Ebola dan MERS di Indonesia

Sampai hari ini, Sabtu (1/11), belum pernah ada kasus Ebola maupun MERS-CoV di Indonesia.

oleh Liputan6 diperbarui 02 Nov 2014, 15:00 WIB
Ilustrasi Virus Ebola (Liputan6.com/Sangaji)

Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes RI, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P, MARS, DTM&H, DTCE, menegaskan bahwa sampai hari ini, Sabtu (1/11), belum pernah ada kasus Ebola maupun MERS-CoV di Indonesia.

“Bila ada yang baru datang dari negara terjangkit Ebola, lalu dia demam, maka belum tentu demam tersebut diakibatkan oleh virus Ebola, bisa saja dikarenakan penyakit lain. Namun memang, waspada dan kehati-hatian kita perlukan”, ujar Prof. dr. Tjandra.

Prof. dr. Tjandra menuturkan bahwa terdapat 4 gejala yang menjadi indikasi kuat seseorang terjangkit penyakit Ebola, khusunya bagi mereka yang baru saja pulang dari negara-negara terjangkit, yaitu: 1) Demam yang tidak diketahui penyebabnya; 2) Nyeri otot hebat; 3) Gangguan saluran pencernaan; dan 4) Manifestasi pendarahan.

Saat ini media tengah hangat memberitakan pasien suspect Ebola baik yang berasal dari Madiun, maupun Kediri. Hal ini dikarenakan adanya riwayat dari kedua pasien tersebut mengalami sakit sepulang dari negara terjangkit Ebola. Mereka termasuk diantara 28 orang tenaga kerja Indonesia (TKI) yang pada 26 Oktober 2014 lalu tiba kembali di Tanah Air setelah menyelesaikan pekerjaannya dari Liberia.

“Selama di pesawat, tidak ada satupun penumpang yang sakit dan tidak ada yang memerlukan bantuan dokter”, kata Prof. dr. Tjandra.

Sesampainya di Bandara Sukarno Hatta, petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) memeriksa seluruh warga negara Indonesia (WNI) yang baru tiba dari Liberia‎. Berdasarkan pemeriksaan, tidak ada seorangpun dari mereka yang sakit.

“Sebagai tindak lanjut, para TKI diberi penyuluhan untuk waspada terhadap kesehatannya dalam 21 hari ke depan”, tutur Prof. dr. Tjandra.

Ternyata, setelah beberapa hari, terdapat laporan keluhan demam dari TKI yang berasal dari Madiun dan Kediri. Tentu saja, gejala demam tersebut belum tentu Ebola. Bisa saja penyakit Malaria, atau penyakit lainnya. Memang, demi kewaspadaan dan kehati-hatian, pihak RS mengambil tindakan dengan merawat pasien suspect Ebola di ruang isolasi.

Selain pemeriksaan dan pemantauan gejala klinis, pasien suspect Ebola juga akan diambil specimen darahnya untuk dikirimkan ke laboratorium Balitbangkes Kemenkes RI di Jakarta. Untuk mengetahui disebabkan Ebola atau bukan, hasil pemeriksaan akan keluar paling lambat 48 jam setelah sample diterima Laboratorium.

“Seluruh sample memang harus di periksa di Laboratorium kami, karena minimal harus memenuhi persyaratan BSL-3‎ dengan ekstraksi virus di BSC-3”, tandas Prof. dr. Tjandra.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya