Liputan6.com, Keputusan Komisi Disiplin PSSI yang mendiskualifikasi PSIS Semarang dan PSS Sleman dari 8 besar Divisi Utama menimbulkan kecaman dari Ketua Asosiasi Pengurus Provinsi (Asprov) Kalimantan Timur, Yunus Nusi. Menurut dia, hukuman dari Komdis justru membunuh klub, bukan membina.
Seharusnya Komdis mengusut dalang di balik sepakbola gajah yang membuat kedua kubu sama-sama tidak ingin menang. Karena itu, dia menilai, hukuman untuk PSIS dan PSS tidak tepat. Terlebih Komdis tidak memberikan kesempatan banding.
Advertisement
Yunus pun menyatakan, semestinya sebelum menjatuhkan hukuman Komdis terlebih dahalu melakukan investigasi. Dia pun memandang, keputusan Komdis aneh.
"Ingat, kasus ini tidak hanya menyangkut hukum yang menjadi wewenang komdis saja. Tetapi ada indikasi-indikasi yang memengaruhi," ujar Yunus pada wartawan.
Dia menambahkan, dari awal PSSI juga kurang transparan tentang aturan FIFA. Selama ini, fokus rules of the game hanya kepada wasit dan perangkat pertandingan. Padahal dalam sepak bola dan kompetisi, masih ada klub-klub, pemain, manajemen, pelatih.
"Kalau sudah terjadi kejadian seperti ini, siapa yang disalahkan? Jangan selalu memberi kesalahan dan sanksi kepada klub. Bila terus begitu, sepak bola Indonesia tidak akan maju. Harusnya ada hubungan yang baik antara manajemen persepakbolaan dalam hal ini PSSI dengan pelaku sepak bola (klub)," sambung pria 44 tahun itu.
Dia pun menyesalkan keputusan Komdis PSSI kepada PSS dan PSIS yang tidak dapat dibanding. Padahal keputusan tersebut dinilainya sangat berat dan membunuh klub. ''Sudah seperti Mahkamah Agung saja, setiap keputusan tidak boleh banding,'' sindirnya.