Liputan6.com, Hong Kong - Sumarti Ningsih seharusnya pulang ke rumah orangtuanya di Cilacap, Jawa Tengah Minggu 2 November 2014. Namun, sehari sebelumnya, jasadnya justru ditemukan membusuk di dalam koper berwarna hitam di balkon lantai 31 sebuah apartemen mewah di Hong Kong.
Jenazahnya yang dimutilasi sebagian dibungkus dengan karpet. "Kami meyakini korban meninggal dunia selama beberapa waktu," kata Wan Chai, asisten komandan distrik kepada South China Morning Post yang dimuatSelasa (4/11/2014).
Awalnya polisi dipanggil ke sebuah flat di distrik Wan Chai, yang dekat dengan pusat finansial Hong Kong. Mereka tiba sekitar pukul 03.40 Sabtu dini hari.
Di dalamnya, petugas polisi menemukan seorang perempuan, tanpa busana, yang berusia 20-30 tahun. Ada luka tusuk di leher dan bokongnya. Ia dinyatakan tewas di lokasi kejadian.
Beberapa saat kemudian, temuan yang lebih mengerikan didapat. Beberapa jam kemudian, mereka menemukan jasad Sumarti Ningsih dengan kondisi mengenaskan.
Sumarti Ningsih masuk ke Hong Kong dengan visa turis bulan lalu. Ia menjadi korban pembunuhan sadis yang diduga dilakukan bankir asal Inggris, Rurik Jutting. Pelaku yang berusia 29 tahun diketahui pernah bekerja di Bank of America Merrill Lynch. Polisi juga menemukan jasad perempuan lainnya yang juga asal Indonesia, Jesse Lorena, Sabtu 1 November 2014 dini hari.
Kabar kematian Sumarti Ningsih membuat orangtuanya terguncang. Saat si pelaku Rurik Jutting digelandang ke pengadilan, Senin 3 November 2014, kabar duka itu datang. Petugas kepolisian datang ke rumah duka.
"Saya terkejut sekali memang, dan saya diminta tabah. Dari agen bilangnya kalau anak saya meninggal sudah dibungkus," kata ayah korban, Ahmad Kaliman kepada Liputan6.com di rumahnya di Grumbul Banaran, Desa Gandrungmangu, Kecamatan Gandrungmangu, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. "Ini takdir."
Pria sepuh itu mengaku mendapat firasat. "Sabtu malam saya mimpi lihat pesawat di depan rumah, di jendela pesawat kok saya melihat anak saya itu. Mungkin itu pas kejadian anak saya meninggal," beber Ahmad. Kini, ia hanya berharap, jasad putrinya segera dipulangkan dan pelakunya dihukum mati.
Meski, seperti dikutip dari BBC, Hong Kong secara resmi menghapuskan hukuman mati pada tahun 1993 -- saat masih menjadi koloni Britania Raya. Aturan itu tetap dipertahankan meski telah bergabung dengan China -- yang memberlakukan hukuman mati.
Pada 2011, Sumarti pergi ke Hong Kong melalui PT Arafah Bintang Perkasa. Selama dua tahun delapan bulan, dia bekerja di wilayah bekas koloni Inggris yang kini masuk bagian negara China tersebut.
Setelah pulang dia tidak lantas bekerja di Gandrungmangu, namun memilih untuk kursus menjadi disk jockey (DJ) di Yogyakarta. Selama lima bulan, kursus di Doperspinners mendapatkan sertifikat Basic DJ Mixing Course, dengan grade Good.
Rurik Jutting, alumni universitas ternama University of Cambridge dikenakan 2 dakwaan pembunuhan. Ia bertemu Jesse Lorena -- korban kedua -- hanya beberapa jam sebelum pembunuhan di sebuah pesta Halloween di New Makati Pub & Disco, klub malam remang-remang di distrik lampu merah Wan Chai.
Seperti dikutip dari Telegraph, di sebuah bar di area yang sama, ia bertemu Sumarti Ningsih beberapa hari sebelumnya.
Kasus pembunuhan itu mengguncang Hong Kong. Jarang ada kejahatan sebesar itu yang melibatkan puluhan ribu ekspatriat yang ada di sana.
Kasus terakhir terjadi pada 2003 lalu, saat ibu rumah tangga asal Amerika Serikat Nancy Kissel, membunuh suaminya Robert Kissel setelah memberinya milkshake stroberi dicampur obat penenang. (Riz)
Advertisement