Tak Lagi Jadi Presiden, SBY Diminta KPK Laporkan Harta Kekayaan

SBY yang sudah tidak lagi menjabat sebagai presiden sejak 20 Oktober lalu memiliki kewajiban untuk melaporkan perubahan harta kekayaannya.

oleh Sugeng Triono diperbarui 04 Nov 2014, 19:18 WIB
Johan Budi saat jumpa pers di KPK mengatakan akan terus mendalami kasus suap impor daging yang melibatkan para petinggi PKS itu (Liputan6.com/ Danu Baharuddin)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga kini belum juga melaporkan perubahan harta kekayaannya melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Padahal, SBY yang secara resmi sudah tidak lagi menjabat sebagai presiden sejak 20 Oktober lalu memiliki kewajiban untuk melaporkan perubahan harta kekayaannya.

"Presiden 2009-2014, setelah lengser belum melapor," ujar Juru Bicara KPK Johan Budi di kantornya, Jakarta, Selasa (4/11/2014).

Meski begitu, lanjut Johan, SBY memiliki waktu 3 bulan untuk melaporkan perubahan aset miliknya selama menjadi presiden. Dan itu terhitung sejak 20 Oktober 2014. KPK pun mengimbau SBY segera melaporkan LHKPN.

"Ada 3 bulan waktu untuk melapor. Sekarang belum 3 bulan. Kita imbau lapor LHKPN setelah tidak menjabat," imbuh dia.

Selain SBY, KPK juga mengimbau para menteri di Kabinet Indonesia Bersatu II untuk melaporkan perubahan LHKPN selama menjabat. Hingga kini, KPK baru menerima 14 laporan yang diserahkan. 4 Nama terakhir yang melapor adalah mantan Sekretaris Kabinet Dipo Alam, mantan Menteri Percepatan Daerah Tertinggal Helmy Faisal Zaini, mantan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, dan mantan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim.

Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 dan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), setiap penyelenggara negara diwajibkan melaporkan harta kekayaan ke KPK setelah dilantik dan ketika sudah tidak lagi menjabat. Kewajiban ini sudah berlaku sejak 1999.

Ada pun penyelenggara negara yang dimaksud dalam UU itu adalah, pejabat negara pada lembaga tertinggi negara, pejabat negara pada lembaga tinggi negara, menteri, gubernur, hakim, serta pejabat lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Yus)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya