Asa Terselip dalam Blusukan Menteri Jokowi

Usai Jokowi blusukan ke pengungsi Sinabung, para menteri pun langsung mengikuti langkah sang Presiden. Ada asa yang terselip.

oleh RinaldoTaufiqurrohmanYandhi DeslatamaAchmad Dwi Afriyadi diperbarui 06 Nov 2014, 00:33 WIB
Menaker Hanif Dhakiri memanjat pagar tempat penampungan TKW (Nafisco/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - 9 Hari usai dilantik, Presiden Jokowi langsung terbang menuju Sumatera Utara, Rabu 29 November 2014. Kunjungan kenegaraan pertamanya itu, Jokowi gunakan untuk mendengarkan jeritan para pengungsi Gunung Sinabung yang belum terhenti.

Blusukan Jokowi ini mendapat sambutan hangat dari para pengungsi. Mereka saling sikut untuk dapat bersalaman dengan suami dari Iriana tersebut.

Aksi blusukan sang Kepala Negara ini memantik adrenalin para menteri. Mereka bersiap mengikuti jejak sang Presiden. Satu per satu para menteri turun ke lapangan yang dinilainya ampuh dalam memetakan persoalan di masyarakat.

"Saya sebagai menteri yang ditugaskan presiden untuk mengecek langsung tempat pelayanan publik untuk memastikan semuanyai berfungsi dengan baik," kata Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Yuddy Chrisnandi saat blusukan di Kantor Samsat, Serang, Jumat 31 Oktober 2014.

Saat dikunjungi Menteri Yuddy, gedung yang terletak di Jalan Syekh Nawawi Al-Bantani, Curug, Kota Serang itu tengah ramai. Warga mengantre panggilan di loket untuk mengurus surat-surat kendaraan mereka.

"Ada masalah bu? Ada pungli? Kalau ada laporkan" tanya Yuddy kepada warga. "Baguslah pelayanan di sini, kita sudah buka pengaduan, bisa disampaikan via SMS, e-mail website, e-mail, semua media kita aktifkan kembali," ucap dia setelah berkeliling di tempat tersebut.

Seakan tak kalah 'saing', Sabtu 1 November 2014 dini hari, iring-iringan mobil mewah menteri Jokowi memasuki kawasan Pasar Induk, Jakarta Timur. 3 Menteri turun dari mobil.

Mereka adalah Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, dan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) AA Gede Puspayoga. Ketiga menteri itu blusukan mengitari para pedagang sayur hingga pedagang buah.

Para pedagang yang sadar kedatangan tamu kehormatan langsung berdesakan ingin melihat wajah menteri barunya. Akibatnya, kondisi pasar yang tenang seketika menjadi riuh. Banyak asa mereka selipkan dalam kunjungan sang pengambil kebijakan ini.

"Penginnya makmur, saya orang kecil kepengin itu, pokoknya harga-harga stabil. Enak sama enak. Sekarang harga naik turun, kalau agak kurang naik. Tapi ini lagi turun. Biasa mangga Rp 10 ribu per kilogram (kg), sekarang Rp 8.000 per kg, Rp 9.000 per kg," kata salah satu pedagang, Jamirin.

Menurut dia, dengan stabilnya harga pangan membuat masyarakat hidup nyaman.

Sementara, warga Kabupaten Lebak, Tangerang, Banten, kini mendapat 'angin segar' dari Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar. Saat berkunjung ke sana, sang menteri diajak warga melihat jembatan gantung yang nyaris putus.

Di jembatan yang terletak di Dusun Rancagede, Desa Jayasari, Kecamatan Cimarang, Kabupaten Lebak itu, Marwan mencoba berjalan di atas jembatan yang reyot tersebut. "Tolong Pak Menteri bisa memperbaiki jembatannya," pinta warga serempak.

"Iya nanti diperbaiki ya," ucap Marwan yang disambut tepuk tangan warga.

Dalam blusukan itu, Marwan menyebutkan Kabupaten Lebak akan segera keluar dari daerah tertinggal pada 2015. Meski begitu, harus ada andil pemerintah pusat dan daerah setempat.

Persoalan jembatan reyot tak kalah penting dengan permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Sejumlah kasus kerap menimpa pahlawan devisa tersebut. Dari mulai kekerasan, tindakan asusila, hingga pembunuhan.

Guna menghindari hal itu terjadi, Menteri Tenaga Kerja Muhammad Hanif Hanif blusukan di salah satu penampungan di Jalan Asem Baris Raya, Gang Z, Tebet, Jakarta Selatan. Bahkan blusukan diwarnai aksi lompat pagar sang menteri.

Kala itu, pintu gerbang tak kunjung dibuka pengurus penampungan. Hanif pun melompati pagar dan masuk ke dalam rumah. Di situ, sang menteri disajikan pemandangan mengenaskan.

Lokasi penampungan itu hanya menyediakan satu kamar mandi untuk dipakai beramai-ramai oleh 43 calon TKI.

Tempat penampungan itu jauh dari standar yang ditetapkan oleh Kementerian Tenaga Kerja berdasarkan Permen 07 Tahun 2005 tentang Standarisasi Penampungan TKI. Salah satu standar yang ditetapkan ialah satu orang mendapat satu kasur untuk tidur. Namun yang terlihat justru satu kasur digunakan untuk beberapa orang.

"Ini tidak benar ini. Tidak sesuai dengan standar aturan," tegas Hanif, Rabu (5/11/2014).

"Kita akan tindak tegas tempat penampungan yang tidak sesuai standar dan ilegal," ancam Hanif.

Blusukan para menteri ini menjadi salah satu bukti Presiden Jokowi kala kampanye pilpres di Kalimantan Barat. Saat itu, Jokowi akan memerintahkan para 'pembantunya' blusukan untuk melihat masalah yang dihadapi warga.

Penuntasan masalah, kata Jokowi, akan lebih cepat karena datanya akurat berdasarkan tinjauan langsung di lapangan.

"Menteri, gubernur, bupati, harus mengecek lapangan, harus dengar suara rakyat," kata Jokowi saat menyampaikan orasi politik di Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Senin 23 Juni 2014 lalu.

Jokowi mengungkapkan, blusukan berguna untuk melihat kondisi nyata dengan laporan yang diterima dari bawahan. Ia menolak jika blusukan hanya dianggap sebagai aktivitas tanpa makna.

"Bisa saja kita duduk di ruangan sejuk, nunggu laporan, tapi itu nggak benar. Kita harus cek, ada masalah, selesaikan. Itu gunanya blusukan, jangan dipikir blusukan itu cuma dolan (main)," ujar Jokowi.

Pencitraan?

Blusukan yang dilakukan Kabinet Kerja Jokowi menuai nada miring dari sejumlah kalangan. Para menteri diminta untuk tidak terjebak dalam pemerintahan simbolik.

"Kalau menurut saya nggak apa-apa sih (blusukan), asal pemerintah tidak terjebak menjadi pemerintahan simbolik. Apabila dilakukan simbolisasi saja, bolehlah kalau pertama-pertama melakukan blusukan supaya rakyat merasakan," ucap anggota DPR Fraksi Partai Golkar Tantowi Yahya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu, 5 November 2014.

Namun, Tantowi mengingatkan para menteri agar tak terus blusukan. Karena imbuh dia, hal itu bukan lagi mengetahui masalah, tapi sudah bagian dari pencitraan.

"Menteri itu melakukan atau mengeluarkan kebijakan dan yang bawah melaksanakan kebijakan. Kalau yang di atas turun juga siapa yang buat kebijakan," tutur dia.

Ketua DPP Partai Golkar itu menegaskan, para menteri harus bekerja sebagaimana mestinya dan tidak menjalankan tugasnya hanya sebatas simbolik. "Karena urusan negara sangat kompleks," pungkas Tantowi.

Sosiolog Universitas Nasional (Unas) Nia Elvina menilai blusukan para menteri pemerintahan Jokowi-JK saat ini kurang tepat. Karena aksi ini hanya menyelesaikan persoalan pada level mikro.

"Atau hanya sebatas aksi-aksi insidentil," kata Nia di Jakarta, Selasa 4 November 2014.

Dia menilai para menteri sebaiknya langsung menggeber sejumlah program. Karena saat ini persoalan bangsa sudah jelas, yakni kesenjangan sosial dan ekonomi antara kelas atas dan bawah yang masih sangat tinggi.

"Jika para menteri memahami persoalan ini, maka program-program mereka akan berjalan dengan baik dan didukung oleh birokrasi di pusat dan daerah dan tentunya masyarakat luas," tukas Nia.

Hanya saja, blusukan boleh dikatakan menjadi salah satu cara untuk menggali keluhan masyarakat secara langsung. Langkah ini dianggap manjur mengobati rindu rakyat untuk menyampaikan unek-unek kehidupannya kepada pemimpin

Banyak asa yang tercurahkan saat blusukan. Namun kini saatnya rakyat menanti harapan itu terwujud dan tidak hilang diterpa angin yang diembuskan dari segala penjuru arah. (Ans)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya