Kecipratan Subsidi BBM Rp 11 Triliun, Nelayan Bisa Kerja Tenang

Menteri KKP Susi Pudjiastuti menyatakan anggaran subsidi BBM Rp 11 triliun sangat cukup untuk disebar ke seluruh nelayan di Indonesia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 07 Nov 2014, 15:01 WIB
Susi Pudjiastuti (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 11 triliun sangat cukup untuk disebar ke seluruh nelayan di Indonesia.

"Kasih anggaran subsidi BBM Rp 11 triliun dan itu cukup untuk dibagikan ke nelayan kita dan membuat saya terkenal," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti diikuti tawa riuh peserta Kompas100 CEO Forum, Jakarta, Jumat (7/11/2014).

Dengan anggaran tersebut, lanjutnya, KKP melalui bagian Litbang dapat memetakan laut-laut Indonesia dan memproteksinya dari kejahatan penangkapan ikan secara ilegal.

"Dengan pemetaan tersebut, kita bisa mengamankan laut Indonesia, termasuk kelestariannya. Sehingga laut kita bagus, nelayan bisa kerja dengan tenang, tidur nyenyak, dan turis pun bakal datang ke sini," paparnya.

Sayang, dia bilang, baru juga kebijakan ini digaugkan tapi sudah mendapat serangan kontra dari berbagai kalangan. "Baru bikin kebijakan satu saja sudah banyak yang nyerang," ucap Susi.

Kebijakan lain, tambahnya, KKP ingin menggenjot Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor kelautan dan perikanan menjadi Rp 1,5 triliun di 2015. Pasalnya, target PNBP dari sektor tersebut tahun ini sekira Rp 250 miliar-Rp 300 miliar. Sedangkan di tahun sebelumnya Rp 450 miliar.

"Saya kaget, ini itungannya bagaimana. Bingung karena target tahun ini lebih rendah dari sebelumnya. Katanya dapat PNBP Rp 300 miliar-Rp 400 miliar sudah bagus," keluhnya.

Dari catatan dia, kapal-kapal 32 GT hanya membayar ongkos perizinan Rp 30 juta per tahun. Sementara kapal berukuran 70-80 GT setiap tahunnya menyetor Rp 60 juta-Rp 90 juta.

"Di Pangandaran saja, nelaya kecil bisa Rp 10 juta per tahun, belum lagi bayar retribusi dan pungutan lain. Banyak kapal yang ada di Indonesia belum semuanya teregistrasi," jelas Susi.

Pantaslah, sambungnya, jika penghasilan dari sektor kelautan dan perikanan di Indonesia kalah jauh dari Thailand. Dia menyebut, laut negeri Gajah Putih ini luasnya sepersepuluh dari Indonesia, namun sanggup menghasilkan volume dan nilai ekspor hingga delapan kali lipat dibanding negara ini.

"Itu karena kita satu-satunya negara di seluruh dunia yang tidak ada aturan kapal asing dilarang masuk. tidak ada limitnya, tidak ada regulasinya. Sedangkan Australia sudah memberlakukannya sejak 2009 lalu untuk masa depan kelautan dan perikanan mereka," terangnya.

Untuk itu, Susi mengaku, pihaknya mengundang enam Duta Besar antara lain dari Malaysia, Thailand, Filiphina, Vietnam, Australia dan Tiongkok untuk sama-sama berkomitmen masalah penangkapan ikan ilegal di Tanah Air. (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya