Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi meluncurkan Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Kesejahteraan Sosial (KKS) sebagai salah satu program di pemerintahannya.
Namun, masalah dana dibalik pembiayaan kartu sakti itu masih menjadi pertanyaan. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno pun menegaskan, pembiayaan KIS, KIP dan KKS saat ini menggunakan dana tanggung jawab sosial (CSR) BUMN bukan APBN, sehingga tidak memerlukan persetujuan DPR.
Advertisement
Namun, Kepala Pokja Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TN2PK), Ari Perdana memastikan bahwa dana yang digunakan untuk program KIS dan KIP bukan berasal dari CSR Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melainkan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
"Ini murni APBN. Pemerintah bisa saja bekerjasama dengan CSR, meskipun kita fokus pada program APBN," kata Ari dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (8/11/2014).
Ari menambahkan, nantinya ketiga 'kartu sakti' yang diterbitkan Jokowi untuk rakyat miskin juga untuk mengantisipasi kenaikan harga Bahan Bakar Minya (BBM).
"Yang kita pakai apa-apa yang sudah disetujui dari APBN 2014. Dana antisipasi kenaikan harga BBM," ucapnya.
Lebih jauh Ari menjelaskan, dalam mendistribusikan KIS, KIP, dan KKS, pemerintah berdasarkan program-program sebelumnya seperti BPJS dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
"Kalau KIP, penerimanya di siswa yang sudah terdaftar di program pendidikan sebelumnya. Kalau KIS penerimanya adalah yang sudah terdaftar di BPJS. Ngga ada implikasi anggaran baru," tambah Ari.(Hanz/Nrm)