Pengusaha Pertanyakan Kesiapan Jokowi Lindungi Investasi

Kalangan pengusaha rumput laut nasional mempertanyakan kesiapan pemerintah untuk melindungi iklim investasi.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 10 Nov 2014, 09:45 WIB
(Foto: Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Kalangan pengusaha rumput laut nasional mempertanyakan kesiapan pemerintah  di bawah kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) untuk menyerap investasi dengan berbagai insentif agar keamanan investasi yang ada bisa terjamin dan terealisasi masuk di Indonesia.

Ketua Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI), Safari Azis mengatakan, saat ini untuk merealisasikan investasi yang ada masih ditemui berbagai hambatan-hambatan, diantaranya adalah sulitnya perizinan dan tingginya biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk mendirikan sebuah industri pengolahan.

Safari menuturkan, pihaknya sudah membahas kemungkinan adanya investasi masuk dari China untuk mendirikan industri pengolahan rumput laut, terutama untuk produk jenis refined carrageenan.

"Hanya saja pihak sana menanyakan tentang keamanan dan kepastian investasinya di Indonesia,” kata Safari seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Senin (10/11/2014).

Dia menjelaskan, untuk mendirikan sebuah industri rumput laut di China dengan produksi enam ton per hari diperlukan biaya sebesar US$ 15 juta, sementara di Indonesia bisa mencapai dua kali lipatnya yakni US$ 30 juta.

Hal itu dikarenakan pengusaha harus mendatangkan mesin-mesin dari luar dan itu  dikenakan bea masuk dan pajak penambahan nilai (PPN).

"Di China, kalau bisa ekspor produk olahan bisa langsung mendapat restitusi, terutama barang penolong. Rumput laut Indonesia banyak diekspor ke China,  nah sekarang apakah pemerintah Indonesia bisa melakukan perlakuan yang sama untuk menarik investasi?” ungkap Safari.

Safari mengaku tengah menjajaki joint venture antara PT Phoenix Jaya dengan tiga perusahaan China antara lain Green Fresh, Fujian Province LVQI Food Colloid dan Lubao Biochemistry.

“Kami ingin mereka bangun juga Industri pengolahannya di Indonesia, nanti bisa untuk konsumsi lokal maupun ekspor,” ungkap Safari.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan, produksi rumput laut nasional pada 2013 mencapai 9.298.474 ton dalam keadaan basah atau 929.847,4 ton dalam keadaan kering.

Berdasarkan Data Ditjen Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, jumlah ekspor rumput laut nasional paling banyak diekspor ke China mencapai 143.725 ton di tahun 2013 dengan nilai US$ 1,25 juta.

“Kami masih menanti kepastian akan adanya kemudahan untuk perizinan dan kita pun menunggu kejelasan waktu dan biaya yang dikeluarkan," terang dia.

Pengusaha juga mendukung Gagasan Presiden Jokowi untuk membentuk kantor perizinan one stop service khusus bagi investasi karena investor memerlukan pendampingan bila menemui hambatan.

"Kita harapkan ke depan pemerintah bisa lebih siap untuk menarik investasi dengan memberikan berbagai insentif menarik” pungkas Safari. (Amd/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya