Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku tak khawatir dengan rencana pemberian insentif fiskal dan non fiskal untuk industri galangan kapal akan merugikan negara ini. Pasalnya obral insentif tersebut memunculkan potensi kehilangan penerimaan negara.
"Nggak penting, kita jangan melihat kehilangan penerimaan negara. Tapi yang penting industrinya bisa hidup nggak, kalau bisa hidup, pajaknya akan besar lagi masuknya," ujar Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di kantor Kemenperin, Jakarta, Selasa (11/11/2014).
Dia bilang, industri galangan kapal Indonesia mempunyai pasar yang terbuka lebar. Hal ini diyakini akan mendorong masuknya investasi asing di industri tersebut tanpa melihat insentif.
"Insentif ini bukan hanya untuk seluruh BUMN, tapi seluruh industri galangan kapal dalam negeri. Jadi nggak boleh dibedain BUMN atau bukan," papar Bambang.
Sebelumnya, Bambang membahas empat insentif bagi industri galangan kapal dengan Kementerian terkait dan pelaku usaha.
"Fokusnya ada empat, yakni pertama, masalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) supaya nggak merugikan industri dalam negeri. Kedua, bea masuk. Kita sedang cari tarif-tarif yang bisa diturunkan untuk komponen impor yang masih dibutuhkan," jelasnya.
Ketiga, lanjut Bambang, menyederhanakan proses prosedur Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP). Dan keempat, memberikan fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) melalui tax allowance untuk industri galangan kapal.
Selama ini, pemerintah mengenakan bea masuk sebesar 5 persen-12,5 persen dan PPN 10 persen atas komponen kapal. (Fik/Nrm)
Advertisement