BI: Pertumbuhan UMP Tak Sebanding Dengan Produktifitas Buruh

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2014 terlihat mengalami penurunan dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 11 Nov 2014, 19:04 WIB
Dalam aksinya, buruh menuntut kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta Tahun 2015 hingga 30 persen, (22/10/14). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Bandung - Bank Indonesia (BI) mencatat, selama lima tahun terahir‎ upah minimum propinsi (UMP) di Indonesia secara rata-rata terus mengalami peningkatan, namun hal itu berbanding terbalik dengan produktifitasnya.

"Tahun 2012 terahir itu naik (produktivitas), tapi setelah itu turun terus, tapi pertumbuhan UMP justru naik, ini berarti tidak diikuti dengan produktifitas, ini yang perlu lebih untuk diperhatikan," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Bandung, Selasa (11/11/2014).

‎Menurut Perry, penetapan UMP ini harus benar-benar diperhatikan mengingat secara langsung akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di wilayah yang bersangkutan.

Dari catatan BI, dengan jumlah UMP Indonesia, seperti di Jakarta yang sebesar Rp 2,2 juta, saat ini tingkat daya saing secara nasional masih sebanding dengan Thailand, hanya saja ‎masih kalah dibandingkan dengan China.

Perry pun menegaskan beberapa hal dalam penetapan UMP tersebut yang harus wajib menjadi syarat adalah bukan hanya ‎memperhatikan tingkat daya beli masyarakat di setiap wilayah, melainkan juga tingkat produktifitas para pekerjanya.

"Karena pada akhirnya kalau kenaikan hanya memperhatikan daya beli, pada akhirnya daerah itu sendiri daya saingnya menurun, dan pada akhirnya investasi daerah turun, dan akhirnya pertumbuhan ekonomi di daerah turun," tegas Perry.

Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2014 terlihat mengalami penurunan dari sebelumnya di kuartal II 2014 sebesar 5,1 persen, menjadi 5,0 persen.

Penurunan pertumbuhan tersebut paling dominan disebabkan perlambatan ekonomi di wilayah Sumatra hanya 4,5 persen dari sebelumnya 4,9 persen dan DKI Jakarta‎ hanya 6,0 persen dari sebelumnya 6,1 persen. (Yas/Gdn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya