Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus meminta restu DPR guna membahas kelebihan kuota bahan bakar minyak (BBM) subsidi hingga akhir tahun.
PT Pertamina (Persero) sebelumnya memperkirakan kebijakan kenaikan harga BBM subsidi yang akan dilakukan pemerintah, hanya memangkas konsumsi BBM subsidi sebanyak 300 ribu kiloliter (Kl).
Padahal, konsumsi BBM subsidi hingga akhir tahun akan melampaui 1,9 juta kl dari kuota yang ditetapkan dalam APBNP 2014 untuk Pertamina sebesar 45,3 juta kl. Dengan begitu, akan ada kekurangan kuota BBM subsidi sebanyak 1,6 juta kl.
Advertisement
"Skenario terburuknya kuota itu habis pada awal Desember, lalu tidak ada persetujuan DPR untuk tambah kuota. Otomatis pemerintah tidak bisa edarkan BBM subsidi. Jika tetap menjual, itu melanggar UU dan pemerintah bisa di-impeachment," tambah Fabby," kata Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa saat berbincang dengan Liputan6.com, Rabu (11/12/2014).
Hal ini diamini Deputi Direktur Eksektif ReforMiner Instituti, Komaidi Notonegoro. Menurut dia, saat kuota BBM subsidi habis maka BBM subsidi dilarang beredar di pasaran. "Masyarakat harus beli BBM non subsidi," terang dia.
Namun, kalau badan usaha seperti PT Pertamina (Persero) tetap menjual BBM subsidi, maka harga komoditas itu otomatis naik dan harus dibanderol sesuai harga keekonomian.
"Kalau tetap mengadakan, dan menjual premium dan solar dengan harga saat ini, itu boleh, tapi negara tidak membayar subsidi dan kerugian itu ditanggung Pertamina," papar dia. (Ndw)