Liputan6.com, Jakarta - Jelang tahun anggaran baru, Indonesia Corruption watch (ICW) mendukung Kepolisian dan Kejaksaan untuk mendapatkan tunjangan lebih dari pagu anggaran Rp 80 miliar dari pemerintah. Hal ini untuk menghindari adanya 'main mata' antara penyidik dan pelaku.
Namun demikian, pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla harus lebih dulu membuat payung hukum, terkait kucuran dana tunjangan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tersebut.
Advertisement
"Ini untuk menghindari adanya 'main mata' penyidik dan pelaku narkoba karena memang rentan, bandar dan penyidiknya. Diakui Kapolri, tidak 1 atau 2 penyidik yang ketika ditangkap dekat dengan bandarnya," kata peneliti ICW Emerson Yuntho di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu (12/11/2014).
Karena itu, ICW berjanji akan memperjuangkan soal perbaikan tunjangan profesi polisi. Hal itu berlaku juga buat jaksa. "Namun, tunjangan fungsional ini tidak hanya berbicara soal narkoba," beber dia.
Dia mengatakan bahwa tunjangan fungsional itu sebagai hak yang dimaksudkan untuk menyetarakan gaji dan tunjangan yang diterima penyidik Polri di KPK dan kepolisian dan penyidik di Kejaksaan.
"Itu anggarannya untuk Kejaksaan, Kepolisian. Kejaksaan Pidana Khusus," ungkap dia.
Emerson menyakini uang tunjangan tersebut telah disiapkan pemerintah. Namun, tak ada payung hukum yang melindungi. "Alasan kementerian bilang tidak ada payung hukum. Padahal kasus Tipikkor harus jadi prioritas, jadi tunjangan-tunjangan itu suatu kewajiban untuk direalisasi," jelas dia.
Karenanya hal ini harus jadi fokus untuk pemerintah sekarang. Kalau tidak, kata Emerson sama saja dengan meminta polisi kerja optimal, cepat bersih tapi tidak didukung dengan kelengkapan. (Ans)