Liputan6.com, Jakarta - Jadwal penandatanganan kesepakatan antara Koalisi Merah Putih (KMP) dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) mundur. Sebab, ada penambahan pasal dalam Undang-Undang No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3) yang diubah dari KIH.
Salah satunya, Pasal 98 ayat 6, 7, dan 8 yang mengatur tentang kewajiban pemerintah menaati keputusan komisi DPR. Jika tidak, dewan dapat menggunakan hak interpelasi dan angket jika dilanggar.
"Akan didiskusikan revisi Pasal 98. Artinya lebih dihaluskan," ucap Sekretaris Fraksi PDIP di MPR TB Hasanuddin di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2014).
Hasanuddin juga mengatakan, Pasal 74 juga mengalami perubahan, yaitu ayat 1; DPR dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya berhak memberikan rekomendasi kepada pejabat negara, pejabat pemerintah, ayat 2; Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga negara, atau penduduk wajib menindaklanjuti rekomendasi DPR sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
Ayat 6; dalam hal badan hukum atau warga negara mengabaikan atau tidak melaksanakan rekomendasi DPR sebagaimana dimaksud pada ayat 1, DPR dapat meminta kepada instansi yang berwenang untuk dikenai sanksi. Dengan kata lain, pasal ini membuat DPR bisa memberikan rekomendasi yang wajib dijalankan pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, dan penduduk.
"Tidak boleh misalnya kalau rapat lalu hasil kesimpulan harus disetujui oleh menteri. Kalau misalnya tidak disetujui, menteri diberi teguran. Itu mungkin perlu dihaluskan. Pasal 74," jelas TB.
Advertisement
Rapat paripurna pembentukan komisi sebagai refleksi berdamainya Koalisi Merah Putih (KMP) dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang sedianya digelar hari ini batal dilaksanakan.
Menurut Sekretaris Fraksi PDIP di MPR TB Hasanuddin, batalnya paripurna karena masih ada hal teknis yang perlu dibahas antara KIH-KMP dengan pimpinan dewan.
Salah satunya menyangkut unsur pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) untuk KIH dan penambahan pasal UU MD3 yang akan diubah. (Mut)