Panglima TNI: Harusnya Pesawat Asing Ilegal Didenda Rp 2 Miliar

Di sisi lain, Moeldoko bersyukur atas kecanggihan teknologi radar yang dimiliki Indonesia saat ini.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 13 Nov 2014, 15:41 WIB
Jet tempur TNI AU jenis Sukhoi berhasil mencegat dan memaksa 1 pesawat Australia mendarat ketika masuk wilayah Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Belakangan ini makin banyak saja pesawat yang memasuki wilayah perbatasan Indonesia tanpa izin. Mereka seakan tidak jera karena hanya didenda Rp 60 juta. Padahal, biaya operasional Sukhoi untuk mengejar pesawat yang masuk ke wilayah tanah air tanpa izin itu mencapai Rp 400 juta.

Hal ini pula yang dipertanyakan Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Dia mengaku masih bingung dengan denda Rp 60 juta yang dikenakan pada pesawat pelanggar wilayah Indonesia. Padahal, merujuk pada undang-undang, denda yang dikenakan mencapai Rp 2 miliar.

"Di situ ada undang-undang kemarin pernah saya sampaikan (pasal) 414 ya UU No 1 tahun 2009. Sudah jelas di situ hukuman 2 tahun denda Rp 2 miliar, tapi kenapa pakai pasal yang Rp 60 juta," kata Moeldoko di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (13/11/2014).

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 pasal 414 berbunyi 'setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tanpa izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Untuk memaksimalkan hukuman bagi para pelanggar, Moeldoko mengaku akan mengkaji dan mempelajari lebih jauh undang-undang yang diterapkan bagi para pelanggar. Sehingga hukuman yang diberikan memberikan efek jera bagi para pelanggar.

"Tapi semuanya dari kita sepakat para pelanggar itu harus dihukum dengan tegas biar jera dia jangan seenaknya," tegas mantan KSAD itu.

Di sisi lain,  Moeldoko bersyukur atas kecanggihan teknologi radar yang dimiliki Indonesia saat ini. Tertangkapnya pesawat asing tidak lepas dari kemajuan teknologi radar yang ada saat ini.

"Yang paling utama, pasukan kita sekarang ini bisa mendeteksi atas pelanggarannya. Karena radar kita sudah mulai bagus, celah-celah itu sudah bisa ditutup sehingga setiap pelanggaran wilayah pasti ketahuan, setiap pelanggaran udara pasti ketahuan. Ini sudah suatu kemajuan yang signifikan bagi TNI," ungkap Dia.

Meski akan bertindak tegas pada para pelanggar, Moeldoko tetap mengedepankan cara diplomasi. Terlebih, saat dilakukan pemeriksaan, tidak ada unsur ancaman serius bagi negara.

"Karena setiap pelanggaran, laut udara maupun darat kita laporkan. Kita sampaikan ke Kemenlu untuk dilkukan proses. Itu yang kita lakukan, karema kita sedang tidak bermusuhan dengan negara tetangga, tolong dipahami, kita tidak sedang bermusuhan dengan negara tetangga. Sehingga kalau ada pelanggaran low impect seperti itu maka upaya diplomatik di kedepankan," tutup Moeldoko.

Pada 3 November lalu, TNI Angkatan Udara (AU) memaksa sebuah pesawat jet carteran mendarat di Pangkalan Angkatan Udara El Tari Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Komandan Pangkalan Udara El Tari, Kolonel (Pnb) Andi Wijaya, mengatakan, pesawat asal Arab Saudi itu terbang tanpa izin lengkap.

TNI AU mengerahkan dua pesawat Sukhoi yang bermarkas di Lanud Hasanuddin Makassar untuk mengejar jet itu hingga ke Lanud El Tari.

Posisi pesawat asing itu terdeteksi di 82 mil atau 150 kilometer dari Kupang atau sekitar 60 derajat dari Kupang. Jet berpenumpang 13 orang tersebut kemudian dilepaskan setelah membayar denda Rp 60 juta dan melengkapi administrasi. (Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya