Pengamat: Hukum Pidana Buat Pelanggar Pemilu Harus Jelas

Menurut pengamat hukum Topo Santoso, kelembagaan dalam menjalankan pemilu harus konsisten dengan kewenangannya masing-masing.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 13 Nov 2014, 17:32 WIB
Ilustrasi Pemilu 1(Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta - Pada tahun 2015 sebanyak 244 kabupaten/kota akan melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak. Pilkada serentak tersebut akan dilaksanakan jika mendapat persetujuan DPR dan disahkan menjadi undang-undang.

Karena itu, menurut pengamat hukum Topo Santoso, perlu adanya kejelasan hukum bagi pelanggar pemilihan umum (pemilu), meski UU Pemilu yang lama maupun UU yang sekarang sudah mengatur perlindungan pemilu dari berbagai penyimpangan atau pelanggaran.

"Hukum pidana memang dapat melindungi proses pemilu dari berbagai penyimpangan. Meski demikian, dalam proses pemilu kadang tidak semudah dalam aplikasinya," ujar Topo di acara diskusi Hotel Akmani, Jakarta, Kamis (13/11/2014).

Ia mencontohkan, anggota pengawas pemilu, penyidik Polri, jaksa, serta hakim masih berdebat dan bergulat dengan beberapa bentuk kasus pidana pemilu tertentu yang definisnya kabur.

"Tidak mesti satu lembaga untuk mengatur hal tersebut, yang perlu satu pemahaman, subtansi hukumnya sama," imbuh Topo.

Menurut dia, kelembagaan dalam menjalankan pemilu harus konsisten dengan kewenangannya masing-masing. Hal ini, agar para kelembagaan bisa mengetahui perannya dalam menjalankan proses hukum kepada para pelanggar.

"Harus ada guide book penanganan pelanggaran pemilu. Selama 10 tahun terakhir selalu masih berdebat soal tersebut. Maka sudah menjadi sangat mendesak pemahaman berbagai ketentuan pidana pemilu secara lebih mendalam untuk dapat hasilkan ketentuan yang lebih jelas, tidak ambigu, tidak bermakna ganda, dan mudah dipahami semua pihak," jelas dia.

Selain itu, menurut Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu, setiap pemangku jabatan perlu duduk bersama untuk menangani sejumlah masalah yang ada.

"Pemangku kepentingan harus duduk bersama, misalnya kalau bisa mencari mana yang paling tepat untuk menjerat dari para pelanggar. Kita masalahnya tidak belajar dari Pemilu yang lalu, karena itu perlu adanya pembelajaran serius mengatasi masalah tersebut," pungkas Topo. (Ans)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya