KIH Tolak Disebut Hambat Kesepakatan Islah dengan KMP

2 hal yang menjadi bahan negosiasi itu adalah perubahan pasal terkait kursi pimpinan dan revisi pasal mengenai hak angket dan interpelasi.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 13 Nov 2014, 17:42 WIB
Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding.

Liputan6.com, Jakarta - Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dituding melanggar kesepakatan islah dengan Koalisi Merah Putih (KMP), yakni dengan mengajukan syarat tambahan setelah keduanya sepakat berdamai.

Menanggapi hal itu, Politisi PKB Abdul Kadir Karding yang tergabung dalam KIH mengatakan, sejak awal sebenarnya ada 2 hal yang menjadi bahan negosiasi antara KIH dan KMP. Sehingga, ia membantah, jika KIH disebut menghambat proses perdamaian dengan KMP.

"Kita ada 2 yang utama, yang menjadi bahan negosiasi kita adalah bagaimana konstruksi UU MD3 itu jangan parlementer. Dia harus tetap pada posisi presidensial sesuai dengan UUD kita dan kesepakatan dasar kita," kata Karding di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2014).

Karding menjelaskan, 2 hal yang menjadi bahan negosiasi itu adalah perubahan pasal terkait kursi pimpinan pada Alat Kelengkapan Dewan (AKD), dan revisi atas pasal yang mengatur mengenai hak angket dan interpelasi di tingkat komisi.

Ia kembali membantah, pasal mengenai hak angket dan interpelasi merupakan bahasan baru untuk mengulur pencapaian kesepakatan dengan KMP. Yaitu terkait keberadaan Pasal 98 ayat 6, 7, 8, dan Pasal 60 Tatib, yang dianggap mengkhawatirkan keberlangsungan pembahasan program kerja yang diajukan pemerintah ke DPR.

Karding menuturkan, komisi seakan memiliki wewenang yang cukup besar untuk menekan pemerintah apabila tidak melaksanakan hasil keputusan yang diambil di tingkat komisi.

"Jika tidak dilaksanakan maka komisi dapat menggunakan haknya untuk melaksanakan interpelasi, hak angket dan hak menggunakan pertanyaan untuk anggota berdasarkan aturan yang ada. Ini berbahaya," beber dia.

Karding menambahkan, jika pasal itu tidak direvisi maka dikhawatirkan akan menjadi pintu masuk DPR untuk terus-menerus mengganggu pemerintah. Sementara, soal bagi-bagi jatah kursi pimpinan AKD, menurut dia, bukan menjadi hal yang utama.

"Dari awal. Bagi kursi cuma 80-20 kok. Yang harusnya proporsional, kalau dengan tawaran yang sekarang 21 dari 79 pos di AKD itu artinya KIH hanya dapat 20 persen," tandas Karding. (Ans)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya