Kemandirian Energi Terhambat, Jokowi Dikelilingi Rezim Lama

Seknas Jokowi menilai program-program kemandirian energi yang diusung Jokowi tidak berjalan dengan baik.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 15 Nov 2014, 15:45 WIB
(Fotografer: Achmad Dwi Afriyadi/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Sekretariat Nasional (Seknas) Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai program-program kemandirian energi yang diusung Jokowi tidak berjalan baik.

Tim Pakar Seknas Jokowi Bonnie Setiawan mengungkapkan, hal itu terlihat dari tidak jalannya rencana pemerintah untuk membubarkan anak usaha PT Pertamina (Persero) yang berdomisili di Singapura, PT Pertamina Energy Trading (Petral), yang dianggap sebagai sarang mafia. Lalu tidak segeranya dibentuk satgas untuk memberantas mafia migas.

"Aneh kalau Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral  (ESDM) Sudirman Said mengatakan sebaliknya, Petral tak akan dibubarkan, kantor Singapura dipertahankan," kata dia di Jakarta, Sabtu (15/11/2014).

Dia mengatakan, harusnya pemerintah konsisten menjalankan programnya sesuai yang disuarakan saat pemilihan umum (pemilu).

Lanjut dia, berdasarkan yang diungkapkan tim transisi Jokowi. Seharusnya, Presiden Jokowi segera membubarkan Petral, lalu memindahkan kantor pusatnya yang berada di Singapura.

Tak hanya itu, seharusnya pemerintah juga mengurus kontrak-kontrak migas yang akan habis dalam waktu dekat seperti yang ada pada Blok Mahakam. Langkah itu dilakukan untuk menciptakan kemandirian energi.

"Jokowi dikelilingi orang yang sama, dari rezim lama. Pemerintah Jokowi kebijakan begitu, tapi rezim lama. Belum dibongkar dan dihapus," lanjutnya.

Dalam hal ini, Seknas akan terus mengawal kebijakan Jokowi. Menurut Bonnie posisi Seknas bukan hanya sebagai pendukung pemenangan Jokowi.

"Seknas Jokowi tugasnya sekarang adalah mengawal program yang dijanjikan Jokowi yang disebut Nawacita. Jelas tentang kemandirian energi," tandas dia.

Di sisi lain, Direktur Global Future Institute (GFI) Hendrajit menyebut skema ekonomi neoliberal secara sistematis dan terencana dijabarkan dalam tata kelola migas Indonesia termasuk di dalam tubuh Pertamina.

Saat ini, Menteri BUMN Rini Soemarno tengah menggelar seleksi Dirut Pertamina. "Menelisik skenario Menteri BUMN Rini Soemarno, nampaknya agenda privatisasi Pertamina akan menjadi prioritas dalam rangka meliberalisasikan sektor hilir dan untuk mendukung skema ini, maka dari itu tugas utama Dirut Pertamina yang baru nantinya," kata dia.

Menurut dia, Presiden Jokowi seharusnya mengetahui proses seleksi Dirut Pertamina yang dilakukan Menteri BUMN. "Seharusnya Rini menanyakan apakah Presiden setuju dengan calon calon ini? Apakah Presiden punya calon?," ujarnya.

Sebaliknya Rini justru mengusulkan presiden agar menandatangani Keputusan Presiden tentang pemilihan dan penetapan direksi BUMN cukup dilaksanakan sepenuhnya Menteri BUMN.

"Untungnya Jokowi tidak menandatangani SK tersebut karena dicegah Mensesneg. Karena seharusnya untuk BUMN strategis yang jumlahnya 25 mutlak Presiden yang menetapkan, memilih dan menunjuk direksi dan komisaris tersebut," ucapnya.

Dia pun berharap tim Mensesneg bisa menjaga supaya Jokowi tidak salah langkah karena usulan. (Amd/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya