Liputan6.com, Badung - Pengembangan desa wisata menjadi salah satu strategi unggulan dalam memutus rantai kemiskinan di pedesaan. Pada 2013, pemerintah mendukung pengembangan 490 desa menjadi desa wisata dengan bantuan keuangan antara Rp 100 juta-Rp 150 juta.
Mantan Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar mengungkapkan hal itu saat menyampaikan keynote speech pada lokakarya bertajuk IPEC 2014 (Indonesia Poverty & Empowerment Conference) yang mulai berlangsung Sabtu, 15 November 2014 di Munduk, Buleleng, Bali.
Relevansi pariwisata dengan kemiskinan, kata Sapta, juga telah diakui dalam konferensi United Nation World Tourism Organization (UNWTO) di Uzbekistan pada 2014. "Kemajuan pariwisata akan mengangkat kesejahteraan 1 dari 10 penduduk sebuah negara," ujar Sapta di Mengwi, Badung, Minggu (16/11/2014).
Menurut Sapta, hal itu terjadi karena pariwisata akan mengakselerasi potensi ekonomi, sehingga memberi manfaat pada pelakunya. Pariwisata, Sapta melanjutkan, juga bermanfaat langsung pada kelestarian lingkungan dan budaya, karena kedua hal tersebut menjadi potensi yang harus dijaga agar sebuah destinasi tetap layak dikunjungi.
Advertisement
Kelebihan lain dari pariwisata, kata dia, karena mendorong kewirausahaan di tingkat lokal sehingga potensi kreatif warga akan dihargai.
Sementara itu, ekonom senior dari Universitas Indonesia Prof. Subroto mengakui kekuatan pariwisata yang bahkan bisa menjadi the enginee of growth (pendorong pertumbuhan ekonomi) yang keempat setelah perdagangan internasional, konsumsi domestik dan investasi.
Namun, untuk meningkatkan kemakmuran, pariwisata harus dibangun berdasarkan kebersamaan dan gotong royong, sehingga tidak menciptakan kesenjangan baru dalam masyarakat.
"Teori ekonomi yang menyebut keserakahan individual adalah hal yang baik sudah tidak relevan. Krisis ekonomi global yang sudah berkali-kali terjadi adalah akibat penerapan teori itu," papar dia.
Namun Guru Besar Institut Teknologi Bandung, Prof. Satrio Brojonegoro menyebut, Bali sebagai pusat pariwisata Indonesia perlu mewaspadai kesenjangan pertumbuhan pariwisata antara Bali utara dan Bali selatan. Di saat pariwisata masif berkembang di Kuta, Sanur dan Nusa Dua, daerah utara nyaris tidak menerima manfaatnya.
Karena itu, pihaknya justru mengembangkan potensi lokal di kawasan Bali utara misalnya dengan pengembangan varietas buah dan sayuran lokal di Desa Sudaji, Buleleng. Diharapkan nantinya buah dan sayuran lokal itu dapat menjadi pemasok bagi kebutuhan pariwisata. Strategi ini juga menggambarkan bahwa tidak seluruh wilayah di Bali harus menjadi lokasi wisata untuk dapat mengakses berkah dari pariwisata. (Dewi D/Ahm)