Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Tim ini dipimpin Faisal Basri, seorang ekonom senior dari Universitas Indonesia (UI) dengan empat tugas pokok, salah satunya memberantas mafia migas di Indonesia.
Menteri ESDM, Sudirman Said menyebut satu per satu tugas dan fungsi utama dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Pertama, mengkaji seluruh kebijakan dan aturan main tata kelola migas dari hulu ke hilir.
"Banyak aturan dan kebijakan yang justru memberi peluang kepada mafia migas lebih leluasa. Makanya kita mau kaji lebih jauh supaya praktik mafia migas tidak tumbuh subur," kata dia dalam Konferensi Pers di kantor Kementerian ESDM, Minggu (16/11/2014).
Tugas kedua, sambung Sudirman, adalah menata ulang kelembagaan, termasuk di dalamnya memotong mata rantai birokrasi yang tidak efisien.
Ketiga, lebih jauh menurut Sudirman, mempercepat revisi Undang-undang Migas dan memastikan seluruh subtansinya sesuai dengan konstitusi dan memiliki keberpihakan yang kuat terhadap kepentingan rakyat.
"Tugas keempat, mendorong lahirnya iklim industri migas di Indonesia yang bebas dari para pemburu rente yang memiliki kedekatan dan pengaruh terhadap pejabat ," tegas dia.
Sementara prinsip-prinsip Reformasi Tata Kelola Migas, antara lain, penguatan kepemimpinan dan lembaga, penyederhanaan bisnis proses dan perizinan melalui proses standarisasi, penguatan transparansi dalam bisnis proses serta mengembalikan meritokrasi.
Berantas Mafia Migas
Advertisement
Sementara itu, Peneliti Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menilai untuk memberantas mafia migas pemerintah harus serius, seperti di dalam PT Pertamina.
Dia meminta jangan ada turut campur dari seseorang yang bukan bagian dari institusi ini.
Seperti dikabarkan, Ari Soemarno, mantan Direktur Utama PT Pertamina memanggil senior Vice Presiden Direktorat Hulu Pertamina lalu memerintahkan untuk menyusun konsep pembubaran Direktorat Gas di Pertamina.
Menurut Marwan, tindakan ini tak benar karena tak lagi memiliki wewenang. "Kalau caranya seperti itu tidak benar, ini bukan negara preman. Harus jelas dong aturannya, kan ada menteri BUMN dan ESDM dan Kemenkeu," cetus dia.
Menurut Marwan, hal ini harus melalui sistem karena merupakan sektor strategis, harus melibatkan Presiden dan Wakil Presiden.(Fik/Ahm)