Ini Alasan Harga BBM Tak Jadi Naik Rp 3.000 per Liter

Menkeu Bambang Brodjonegoro mengungkapkan ada dua alasan mengapa Jokowi memilih kenaikan sebesar Rp 2.000 per liter.

oleh Ilyas Istianur PradityaSugeng Triono diperbarui 17 Nov 2014, 22:42 WIB
BBM bersubsidi sejatinya ditujukan bagi rakyat menengah kebawah namun pada kenyataanya tak sedikit kalangan berduit yang tanpa rasa malu memilih BBM bersubsidi.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi sebesar Rp 2.000 per liter, baik untuk solar maupun premium.

Kenaikan itu di luar prediksi sebelumnya jika harga BBM akan naik sebesar Rp 3.000 per liter untuk masing-masing jenis BBM. Lantas apa alasan pemerintah urung mengambil angka kenaikan Rp 3.000 per liter?.

Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan ada dua alasan mengapa Jokowi memilih kenaikan sebesar Rp 2.000 per liter.

"Pertama itu, karena kalau kita naikkan Rp 3.000 khawatirnya dampak inflasi akan terlalu besar," kata dia ketika ditemui di Istana Kepresidenan, Senin (17/11/2014).

Sesuai dengan prediksi Bank Indonesia, kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 3.000 per liter akan membawa inflasi terbang ke level 9 persen. Namun dengan kenaikan Rp 2000 per liter, inflasi diperkirakan hanya akan berada di level  7,2 persen di akhir tahun 2014.

Sementara yang menjadi alasan kedua ialah terlalu tipis‎nya subsidi jika kenaikan ditetapkan Rp 3.000 per liter untuk jenis premium.

"Dengan harga BBM sekarang, kenaikan Rp 3.000 per liter terlalu mepet, karena premium itu subsidi rata-rata per tahunnya Rp 3.500, itulah kenapa Presiden memutuskan Rp 2000 itu yang terbaik," katanya. (Yas/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya