Liputan6.com, Jakarta - Para pengembang yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI) mengeluhkan tumpukan beban bertubi-tubi akibat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dan BBM naik. Kondisi ini bisa mengganggu penjualan rumah.
Ketua Umun DPP REI, Eddy Hussy menyatakan, kenaikan BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) yang baru saja diumumkan Gubernur BI diharapkan menjadi penyesuaian terakhir dari regulator.
"Kita berharap nggak naik lagi setelah ini. Karena ada kenaikan harga BBM subsidi, BI Rate ikut naik mengingat ada lonjakan inflasi yang harus dikendalikan," ujar dia di acara Rakernas REI, Jakarta, Rabu (19/11/2014).
REI, kata Eddy, meminta kepada perbankan untuk tidak latah menaikkan suku bunga kredit. Pasalnya suku bunga kredit perbankan saat ini sudah terlalu tinggi. Lanjutnya, suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) berkisar 12 persen-14 persen.
"Perbankan jangan menaikkan suku bunga karena saat ini sudah cukup tinggi. Dalam waktu dekat, bank-bank bisa bertahan. Kalaupun ada penyesuaian, jangan terlalu jauh," ucap dia.
Kondisi tersebut, sambungnya, dapat menghantam kemampuan masyarakat untuk membeli rumah. Sehingga Eddy memperkirakan, permintaan rumah akibat kenaikan BI Rate stagnan. "Turun sih nggak, tapi tidak bertambah. Kalau naik juga nggak banyak," papar dia.
Pemerintah, menurutnya, terus mengejar kekurangan perumahan di Indonesia. Dari sebanyak 13,6 juta unit, target pemerintahan baru ingin merealisasikan pembangunan 6,7 juta unit rumah. Dan langkah ini membutuhkan biaya sangat besar dan dalam jangka panjang.
"Kita cari terus pembiayaan lain, pendanaan jangka panjang bisa lebih banyak, penyaluran kredit bisa terus ditingkatkan. Pembiayaan lain seperti BBM naik yang bisa dialihkan untuk pembangunan infrastruktur, dan sebagian bisa ke perumahan," tutur Eddy. (Fik/Ndw)
Energi & Tambang