Pengusaha Jateng Nilai Kenaikan BBM Tak Berkaitan dengan UMK

“Dewan pengupahan akan membuat formula penambahan item sesuai kenaikan harga BBM,” Anggota Dewan Pengupahan Jawa Tengah, Dono Rahardjo.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 20 Nov 2014, 09:29 WIB
Ilustrasi Upah Buruh (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Semarang - Menyesuaikan dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo melontarkan revisi kenaikan Upah Minimum Kabupaten dan Kota sebesar 2 persen dari yang sudah ditetapkan. Atas revisi ini, eksponen buruh kemudian menolak dengan asumsi kenaikan hanya pada item transportasi saja sudah mencapai 30 persen, maka revisi 2 persen yang digagas oleh gubernur tersebut menjadikan upah riil buruh tertinggal.

Menurut divisi Humas Gerakan Buruh Berjuang (Gerbang), Prabowo, item tranportasi memiliki porsi sekitar 15 persen dari angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Padahal, dalam KHL terdapat 60 item. Oleh karena itu Gerbang menganggap revisi 2 persen hanyalah politik kosmetik yang dilakukan oleh Gubernur Ganjar.

"Contohnya di Kota Semarang. Dengan angka KHL Rp 1.663 juta dan usulan Walikota Rp 1.685 juta, item transportasi Rp 255.000. Maka Kenaikan 30 persen item transportasi sudah Rp 76.500. Maka dengan kenaikan item transportasi saja Rp 1.685 juta ditambah Rp 76.500 jadinya Rp 1.7615 juta," kata Prabowo, di Semarang, Kamis (20/11/2014).

Jika menggunakan asumsi revisi Gubernur Ganjar Pranowo, maka akan didapat Rp 1.663 juta ditambah 2 persen atau sekitar Rp 1.691 juta saja. Maka hanya dengan dampak item transport saja buruh Kota Semarang seharusnya terbebani upah riil yang lebih besar. Belum lagi jika dihitung dampak kenaikan harga BBM di 60 item dihitung.

"Jadi kami menilai revisi kenaikan usulan bupati dan walikota versi gubernur sebesar 2 persen hanyalah politik kosmetik agar terlihat seolah populis terhadap kebijakan perbaikan harga BBM yang tidak populis," imbuh Prabowo.

Menanggapi hal ini, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah, Frans Kongi menuturkan bahwa UMK tidak ada relevansinya dengan kenaikan BBM. Sebab sudah ada peraturan yang jelas dan itu sudah dibicarakan secara mendalam di kabupaten dan kota.

“Jika dihubungkan dengan kenaikan BBM, inflasi menurut pemerintah lima persen, sedang Bank Indonesia memprediksi inflasi sampai dua persen. Jika ditotal, inflasi sebesar tujuh persen. Sementara UMK di Jateng rata-rata sudah naik sepuluh persen di luar inflasi akibat kenaikan BBM,” kata Frans, Kamis (20/11/2014).

Apindo sendiri berusaha memahami pemikiran gubernur. Namun bagi daerah yang kenaikannya belum ada sepuluh persen seperti Boyolali, sangat memungkinkan untuk ditambah dua persen.

“Asal jangan dipukul rata semua harus naik dua persen. Kabupaten dan kota yang sudah naik sepuluh persen jangan disuruh menaikkan lagi. Semua sudah berdasarkan KHL,” tutur Frans.

Anggota Dewan Pengupahan Jawa Tengah, Dono Rahardjo menyatakan siap menghitung ulang besaran UMK 2015 untuk 35 kabupaten/kota sesuai dengan kenaikan sebesar dua persen. Jika UMK tidak menyesuaikan harga BBM, dikhawatirkan daya beli buruh akan anjlok dan karena UMK sudah keluar nominalnya.

“Dewan pengupahan akan membuat formula penambahan item sesuai kenaikan harga BBM,” kata Dono. (Edhie Prayitno Ige/Gdn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya