Liputan6.com, Jakarta - Bentrok TNI Vs Polri yang terjadi di Mako Brimob Kepulauan Riau Rabu malam 19 November 2014 lalu disesalkan mantan Kapolri Jenderal Polisi Purn Chaeruddin Ismail. Dia menilai, kasus ini makin mencoreng institusi penegakan hukum di Indonesia.
"Proses keamanan di negara ini tidak luput dalam sejarah. Kasus yang terjadi di Batam sebetulnya harus menjadi tanggung jawab semuanya," ujar Chairuddin di Jakarta, Kamis (20/11/2014).
Menurut Chairuddin, polemik yang terjadi antara TNI dan Polri perlu segera dituntaskan. Sebab, 2 institusi tersebut merupakan kekuatan utama keamanan dan ketahanan di Indonesia. Dia juga meminta agar kasus ini tak dipolitisir.
"Di negara ini banyak kejahatan yang dipolitisir. Kita berada dalam himpitan. Oleh karena itu, alangkah baiknya kita membangun kesepahaman diri di negara ini. Kalau mau tentram maka harus dibangun sistem keamanannya dulu," tandas Chairudin.
Bentrok antara anggota TNI Yonif 134 TS dan Brimob Polda Kepulauan Riau terjadi sejak Rabu petang 19 November hingga Kamis 20 November dini hari tadi.
Bentrokan antara 2 institusi ini juga terjadi pada September lalu. Bentrokan diduga akibat kesalahpahaman ketika tim gabungan Brimob Polda Kepri dan Polresta Barelang tengah merazia penimbunan BBM di sebuah gudang. Akibat bentrokan ini, 4 orang luka-luka.
Advertisement
TNI AD memastikan 1 prajuritnya tewas usai baku tembak dengan Brimob Kepulauan Riau. Prajurit dari Batalyon Infanteri (Yonif)154 Tuan Sakti itu berpangkat Prajurit Kepala atau Praka.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menyatakan, dirinya bertanggungjawab atas bentrok TNI vs Polri itu. "Saya yang bertanggung jawab atas kejadian ini," kata Gatot. (Ndy/Ali)