Liputan6.com, Yogyakarta - Keputusan Presiden Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi mengangkat seorang politisi sebagai Jaksa Agung menuai kekecewaan banyak pihak.
Seperti ditayangkan Liputan 6 Malam SCTV, Jumat (21/11/2014), ini artinya, 2 dari 3 institusi penegakan hukum di Tanah Air yaitu Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Jaksa Agung, dan Kapolri telah diisi sosok berlatar belakang politisi.
Advertisement
Dari sudut pandang Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, sosok Jaksa Agung HM Prasetyo tidak memiliki catatan prestasi yang menonjol sepanjang kariernya di institusi Adhyaksa.
Pengangkatan Prasetyo menegaskan sikap ingkar janji Jokowi dan dikhawatirkan membahayakan upaya penegakan hukum di Tanah Air.
Asal-usul Prasetyo sebagai tokoh politik dikhawatirkan akan menghambat proses pemberantasan korupsi di Tanah Air. Mereka mempertanyakan alasan Jokowi yang justru enggan memilih nama-nama yang jelas memiliki kapasitas dan integritas.
Senada dengan Pukat UGM, sejumlah LSM anti-korupsi seperti ICW, Komisi Korupsi Politik, dan Setara Institute juga menilai keputusan Jokowi di luar harapan publik. Langkah ini sekaligus menegaskan sikap Jokowi yang tersandera partai politik pendukungnya.
HM Prasetyo, mantan jaksa agung muda tindak pidana umum purna tugas pada tahun 2006 silam. Ia kemudian mengawali karir dan membuka kantor pengacara yang selanjutnya terjun ke dunia politik bergabung dengan Partai Nasdem.
Keputusan terjun ke dunia politik inilah yang kemudian mengantarkannya menjadi orang nomor 1 di tubuh Institusi Adhyaksa. (Vra/Riz)