25 Hari Jelang Galungan, Umat Hindu Rayakan Tumpek Wariga

Umat Hindu Dharma di Bali merayakan hari Tumpek Wariga, persembahan suci yang khusus ditujukan untuk semua jenis tumbuh-tumbuhan.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 22 Nov 2014, 09:30 WIB
Bali. (Antara News)

Liputan6.com, Denpasar - Umat Hindu Dharma di Bali merayakan hari Tumpek Wariga atau juga dikenal Tumpek Uduh, Sabtu pagi ini. Dengan melakukan persembahan suci yang khusus ditujukan untuk semua jenis tumbuh-tumbuhan, yang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.

"Kegiatan ritual itu digelar 25 hari menjelang Hari Suci Galungan, hari kemenangan Dharma (kebaikan) melawan Adharma (keburukan)," kata Direktur Program Doktor Ilmu Agama Pascasarjana Institut Hindu Dharma Indonesia Negeri (IHDN) Denpasar Dr I Ketut Sumadi, Sabtu (22/11/2014).

Ia mengatakan, kegiatan ritual Tumpek Uduh di masing-masing rumah tangga di Pulau Dewata itu menggunakan kelengkapan sarana banten, rangkaian janur kombinasi bunga dan buah-buahan.

Selain itu juga ditambah kekhususan bubur sumsum, yakni bubur dari tepung ketan yang diberi warna hijau alami dari daun kayu sugih, ditaburi dengan parutan kelapa yang diberi gula merah.

Sumadi menambahkan, kegiatan ritual Tumpek Wariga dilakukan umat Hindu secara simbolis terhadap semua jenis tanaman di padi sawah, aneka jenis pepohonan yang memberikan manfaat di pekarangan maupun ladang.

"Tumpek Uduh bukan merupakan hari untuk menyembah tumbuh-tumbuhan, namun hari untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar melalui tumbuh-tumbuhan umat manusia dapat diberikan kemakmuran dan keselamatan terhindar dari berbagai bencana banjir dan tanah longsor," tutur dia.

Kegiatan ritual yang digelar Umat Hindu terhadap pepohonan di pekarangan, sawah dan ladang masing-masing merupakan satu bentuk menghargai terhadap aneka jenis tumbuh-tumbuhan, yang selama ini mampu memberikan manfaat terhadap kehidupan umat manusia maupun aneka jenis satwa lainnya.

Tumpek Uduh dirayakan setiap hari Sabtu uku Wariga yang jatuh setiap 210 hari sekali. Tumbuh-tumbuhan dengan sistem perakaran yang ada memegang partikel tanah dan menutupi permukaan tanah, sehingga saat musim hujan permukaan tanah terhindar erosi.

"Bisa dibayangkan bagaimana parahnya erosi dan longsor, jika seluruh permukaan tanah tidak ditutupi oleh tumbuh-tumbuhan. Dalam satu musim hujan saja, bagian tanah atas yang subur akan tergerus oleh aliran air," papar Ketut Sumadi. (Ant)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya