Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) menyatakan seluruh provinsi di Indonesia telah menetapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK) dan upah minimum provinsi atau UMP 2015.
Rata-rata kenaikan UMP secara nasional mencapai 12,77 persen sehinga jika dikalkulasikan UMP rata-rata secara nasional Rp 1,78 juta. Angka ini hanya sekitar Rp 13.600 lebih rendah dari rata-rata komponen hidup layak (KHL) nasional.
Advertisement
Menanggapi hal itu, kalangan buruh masih belum bisa menerima besaran patokan upah tersebut.
Ketua Advokasi Serikat Pekerja Nasional (SPN) Joko Heriono mengungkapkan, buruh mengambil sikap menolak keputusan UMP 2015 karena menilai perhitungannya belum matang, tidak dibarengi dengan perkiraan peningkatan inflasi atas dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
"Perhitungan BBM naik itu tidak bisa dikira-kira," tutur Joko saat berbindang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Minggu (23/11/2014).
Menurut Joko, seharusnya dalam menetapkan UMP 2015, pemerintah memperhitungkan dulu inflasi pasca kenaikan harga BBM bersubsidi.
"Kalau mau fair berapa inflasi kenaikan BBM, perubahan UMP berdasarkan inflasi," ungkapnya.
Untuk itu, puluhan ribu buruh berencana melakukan aksi turun ke jalan di masing-masing daerah untuk menentang penetapan UMP dan UMK 2015 pada Selasa, 25 November 2014. Kemudian akan bersatu di Jakarta dengan jumlah ratusan ribu, pada Rabu (26/11/2014) dengan mengajukan tuntutan yang sama ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kalau Rabu, di Jakarta. Jadi buruh ke Presiden, kalau sekarang ekskalasi tidak bisa pas," pungkasnya tanggapi penetapan UMP 2015. (Pew/Ndw)