Petani Kakao Papua Siap Bersaing

Saat ini ada sekitar 81 petani kakao dari masyarakat setempat yang menjadi petani binaan Yayasan Jaya Sakti Mandiri.

oleh Katharina Janur diperbarui 24 Nov 2014, 20:10 WIB

Liputan6.com, Mimika - Yayasan Jaya Sakti Mandiri menyiapkan 135 hektar (Ha) areal untuk ditanami kakao. Areal tersebut tersebar di empat distrik Kabupaten Mimika, Papua. Keempat Distrik tersebut adalah Distrik Kuala Kencana, Iwaka, Mimika Baru dan Kwamki Naramo.

Yayasan yang bernaung di bawah Departemen Community Economic Development PT Freeport Indonesia ini sengaja membuka lahan itu lantaran petani kakao yang sebelumnya sudah ada, terpaksa berhenti menanam kakao, karena tidak ada pasar penjualannya.

Pembina petani kakao setempat, Sem Kabuare mengatakan, di dalam yayasan tersebut, selain disediakan pasar penjualan lewat koperasi petani, juga disiapkan pendampingan bagi petani kakao.

"Setelah didampingi dan diberikan pelatihan, para petani kakao akan menanam kakao di kebunnya masing-masing. Rencananya tahun depan kami akan panen sekitar 2 ton kakao," ucap Sem ketika ditemui di lokasi pembibitan kakao, Senin (24/11/2014).

Lanjut Sem, setelah panen, petani akan menjual hasil panennya ke koperasi dengan harga Rp 15 ribu per kilonya untuk biji kakao kering.

Hasil panen kakao Papua diakui terbaik nomor 3 di dunia. Salah satunya karena ukuran biji memenuhi standart penjualan, kekeringan biji kakao sesuai standar dan biji kakao Timika melalui proses fermentasi dalam proses pasca panen.

Yayasan Jaya Sakti Mandiri juga telah melakukan kerja sama untuk pemasaran kakao petani Mimika ke pabrik coklat Mars, Makassar. "Berapapun hasil panen para petani ini, akan diterima oleh perusahaan Mars," katanya.

Saat ini ada sekitar 81 petani kakao dari masyarakat setempat yang menjadi petani binaan yayasan tersebut. Tanaman kakao dinilai cocok dengan budaya Papua, sebab tidak memerlukan perawat. Misalnya saja habis dilakukan penanaman, tanaman ini dapat ditinggal dan dapat ditunggu hingga 3 tahun ke depan untuk siap panen.

Leader Grup Yayasan Jaya Sakti Mandiri, Edmundus Maturbongs menyebutkan dalam pendampingannya, petani binaan diberikan bibit dan pupuk gratis.

Khusus untuk petani kakao yang berasal dari 7 suku di wilayah areal PT FI juga diberikan peralatan kerja gratis.

John Murib (43) petani kakao setempat menyebutkan dirinya sudah 3 tahun menjadi petani kakao binaan Yayasan Jaya Sakti Mandiri. Dia mengaku masih banyak warga yang belum sadar untuk tanam kakao, sebab belum ada ketakutan tak ada pemasaran untuk penjualan tanaman ini.

Foto dok. Liputan6.com


"Saya senang jadi petani kakao. Sebelumnya saya hanya petani biasa. Di sini kami mendapatkan pendampingan dan pelatihan. Apalagi kami diberikan bibit dan pupuk gratis, tinggal kami tanam dan kembangkan saja tanaman ini," ucapnya.

Ketua Bidang Perkebunan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Papua, Imran mengatakan kakao Papua bisa menjadi produk primadona unggulan, namun saat ini rata-rata tanaman kakao di Papua terserang hama. Ini dikarenakan petani kakao masih minim pendampingan dan pelatihan agar tanamannya terhindar dari serangan hama.

Pihaknya berharap ada kerja sama antara instansi terkait untuk pendampingan petani kakao Papua, salah satunya memberikan solusi untuk pendapatan produktifitas kakao bisa meningkat.

"Pendampingan perlu diefektifkan dan ditingkatkan. Seharusnya di Papua juga ada pemasaran dari hulu ke hilir, maksudnya mulai dari penanaman, produksi, bahan baku hingga dipasarkan bisa diwujudkan di Papua," ungkapnya.

Papua yang memiliki penyebaran tanaman kakao hampir di setiap kabupaten, seperti Kabupaten Jayapura, Keerom, Merauke, sangat berpeluang memiliki pabrik olahan coklat untuk produksi lokal. Pihaknya berharap beberapa tahun kedepan mimpi ini dapat terwujud sebagai salah satu pemasaran kakao Papua. (Katharina Janur/Gdn)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya