Liputan6.com, Jakarta - Kerjasama pemerintah melalui PT Pertamina (persero) dengan Sonangol EP, perusahaan migas nasional Angola, terkait pasokan minyak menuai pertanyaan.
Pengamat ekonomi politik dari Indonesia for Global Justice (IGJ) meragukan Indonesia akan mendapatkan potongan harga dari kerjasama impor minyak ini.
Advertisement
Sebelumnya dikatakan akan ada pemberian potongan harga diskon US$ 15 per barel dari normal market price.
"Diskon US$ 15 bbl intinya bukan di angka, ada satu kesepakatan yang sifatnya di bawah meja yang justru melibatkan komprador Cina di Indonesia," ujar dia di Jakarta, Sabtu (29/11/2014).
Menurut dia, dengan bersepakat bersama Angola, pemerintahan Indonesia secara tidak langsung bekerja sama dengan sindikasi minyak China.
"China ini memiliki perbedaan dengan Amerika, mereka menaruh pengusaha di garis depan. Tidak seperti Amerika yang menaruh sosok diplomat di garis depan dan pengusaha di belakangnya," tambah dia.
Selain itu, dia khawatir kontrak pasokan minyak dengan Sonangol sarat kepentingan pihak ketiga. "Seharusnya kan kerja sama dengan sonangol itu g to g jadi harus transparan," jelasnya.
Lebih lanjut dia khawatir maksud Presidenn Joko Widodo mengimbangi Amerika dengan menggandeng China justru malah menjadi boomerang karena Indonesia justru diapit oleh dua kepentingan besar yakni China dan Amerika.
"Malah kami melihat kali ini Jokowi berperan sebagai titik kordinasi antara pihak cina dan AS," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyatakan kerjasama PT Pertamina dengan Sonangol EP sebagai bentuk untuk menjalankan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sudirman mengatakan, Presiden Joko Widodo berpesan untuk memperbaiki sektor energi salah satunya dengan memperbaiki pasokan energi, dengan mencari alternatif sumber energi.