ICW: Molornya DPR Pilih Pengganti Busyro Lemahkan KPK

Sampai saat ini DPR belum juga rampung memilih pimpinan KPK pengganti Busyro Muqodas.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 30 Nov 2014, 15:38 WIB
Satu hari jelang pelaksanaan pemilu, KPK memasang banner raksasa bertuliskan "Pilih Yang Jujur" di gedung KPK, Jakarta, Selasa (8/4/14) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Sampai saat ini DPR belum juga rampung memilih pimpinan KPK pengganti Busyro Muqodas. Di sisi lain, DPR belum siap dengan alat kelengkapan dewan.

Kondisi itu pun menimbulkan kebingungan para calon pimpinan dan lembaga KPK. Mereka juga tidak bisa melaporkan kepada siapa, karena sampai saat ini komisi di DPR belum terbentuk.

"Ini memang seperti simalakama. Itu juga berpotensi melemahkan KPK. Tapi, kami tekankan di sini kita bicara melaksaakan undang-undang. Kalau seperti itu, DPR harus melakukan pemilihan sebelum reses 6 Desember dan 10 Desember tepat masa bakti Busro habis," kata Peneliti Hukum Indonesian Corruption Wacth (ICW) Lalola Easter, di kantornya, Kalibata, Minggu (30/11/2014).

Lalola menjelaskan, kemungkinan terburuk dari kondisi ini adalah pemilihan pimpinan KPK ditunda sampai masa reses selesai. Hal ini tentu akan mengganggu kerja KPK karena hanya memiliki 4 pimpinan dalam menjalankan kerja sehari-hari.

"Sebelum masa reses sebaiknya dipilih, kalau belum perbedaan antara mereka selesai, kalau KIH dan KMP belum selesai sama saja. Kalau tidak dimungkinkan, ya terpaksa menunda. Tapi kami mendesak sebelum reses selesaikan itu," tegas Lalola.

Dia menuturkan, penundaan itu memang menjadi kemungkinan pahit yang harus dihadapi. Tapi, hal itu lebih baik dibanding dipilih dengan berbagai kepentingan yang menunggangi keputusan tersebut.

"Kalau harus ditunda ya itu kenyataan pahit tapi lebih mendingan dari pada banyak kepentingan," ujar Lalola.

Sementara, Peniliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting mengatakan, sebenarnya masih ada langkah yang bisa dilakukan DPR untuk menunjukan keseriusan dalam rangka pemberantasan korupsi. DPR bisa menggunakan UUD No 1 Tahun 2014 Pasal 52 ayat 2.

Dalam undang-undang itu disebutkan, DPR dapat mengadakan sidang di luar agenda atau masa reses dengan berkonsultasi dengan Badan Musyawarah Dewan. Jika di Badan Musyawarah tidak menemui kata sepakat, bisa meminta pendapat ketua fraksi.

"Ini justru lebih tajam perseteruannya. Karena fraksi itu berasal dari KIH dan KMP yang sampai sekarang belum sepakat. Karena itu lebih baik laksanakan pemilihan pimpinan KPK sebelum reses," ungkap Miko.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya