Liputan6.com, Singapura - Indeks manufaktur Indonesia anjlok ke level terendah pada November setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Keputusan itu mendorong naik biaya produksi sementara permintaan ekspor tengah menurun.
Mengutip laman Bloomberg, Senin (1/12/2014), Indeks purchasing manager HSBC untuk Indonesia merosot ke level 48 dari 49,2 pada Oktober. Angka tersebut merupakan level terendah sejak 2011.
Advertisement
Angka di bawah level 50 poin menunjukkan adanya kontraksi dalam pergerakan bisnis manufaktur di Tanah Air. Hasil produksi berkontraksi dengan laju tercepat sejak Januari 2012.
Sementara saat ini, total pemesanan barang baru ambruk ke level terendah sejak serangkaian keputusan pimpinan negara untuk menaikkan harga BBM.
"Kenaikkan harga BBM pada November merupakan faktor di balik rendahnya indeks purchasing manager Indonesia. Permintaan eksternal yang melemah juga merupakan faktor pendorong melemahnya bisnis manufaktur di Tanah Air," ungkap Ekonom Asia Tenggara di HSBC Su Sian Lim.
Bulan lalu, Jokowi menaikkan harga BBM guna mengurangi subsidi negara sekaligus menepati janjinya untuk mengalihkan dana subsidi BBM ke sektor yang lebih bermanfaat bagi rakyat. Langkah tersebut meningkatkan keyakinan bahwa Jokowi tengah melakukan berbagai langkah untuk mengembangkan perekonomian Indonesia.
Inflasi Indonesia sepanjang November diprediksi meningkat hinggal lebih dari enam persen. Sementara ekspor Indonesia diprediksi melemah sepanjang Oktober.
"Kondisi sektor manufaktur tampak masih lunak dalam beberapa bulan ke depan, bahkan setelah mendapat pengaruh dari kenaikkan harga BBM," ungkap Lim.
Dia mengatakan, pelemahan rupiah dan harga BBM yang lebih tinggi dapat menyebabkan harga barang lain menjadi lebih tinggi. Namun rendahnya permintaan membuat para pengusaha manufaktur kesulitan memperoleh laba dari para konsumen. (Sis/Ndw)