Liputan6.com, London - Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bulan lalu ternyata mengundang perhatian sejumlah ekonom asing.
Ekonom Asia di perusahaan konsultansi dan riset ekonomi Capital Economics, Gareth Leather menilai keputusan Jokowi untuk menaikkan harga BBM merupakan langkah penting yang perlu dilakukan. Itu lantaran subsidi BBM yang terlalu besar dapat menjadi kendala pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Advertisement
Mengutip laman dw.de, Selasa (2/12/2014), sejauh ini, menurut Leather subsidi BBM masih belum dirasakan masyarakat luas dan digunakan secara efisien. Sementara permintaan BBM impor yang terus meningkat dapat melukai posisi eksternal Indonesia dengan pembengkakan defisit transaksi berjalan masih menjadi kekhawatiran utama.
Menurut Leather, subsidi BBM selama ini juga menekan keuangan publik. Meski pun kondisi finansial pemerintah Indonesia masih relatif sehat, dengan total utang yang hanya berjumlah 20 persen dari PDB, subsidi BBM yang terlalu besar justru dapat menjadi kendala pertumbuhan ekonomi domestik.
Padahal, Leather beranggapan, dana tersebut dapat dialihkan guna membiayai kebutuhan besar peningkatan infrastruktur di Tanah Air. Meski demikian, Leather menyadari, pemangkasan subsidi BBM juga dapat mendorong naik inflasi.
"Terakhir kali harga BBM naik, inflasi melonjak dari 5 persen menjadi 8 persen hanya dalam satu bulan. Bank Indonesia tak serta menaikkan suku bunga dan membuat pertumbuhan ekonomi melemah," jelasnya.
Seperti diketahui, Pemerintah secara resmi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium dan solar mulai Selasa 18 November 2014 pukul 00.00 WIB.
Harga premium naik Rp 2.000 menjadi Rp 8.500 per liter dari sebelumnya Rp 6.500 per liter. Sementara harga solar naik Rp 2.000 dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500 per liter. Kenaikan harga BBM ini diumumkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Senin 17 November 2014 malam. (Sis/Ahm)