Liputan6.com, London - Sah! Tengkorak dan belulang yang ditemukan di lapangan parkir dewan kota Leicester 2 tahun lalu dipastikan sebagai milik Raja Inggris di Abad Pertengahan, Richard III. Penguasa terakhir dari Dinasti Plantagenet.
Para ilmuwan memastikan hal tersebut melalui uji DNA. "Bukti-bukti sudah menguatkan bahwa benar itu adalah serpihan jasad Richard III," kata ahli genetika dari University of Leicester, Turi King seperti Liputan6.com kutip dari situs sains LiveScience, Rabu (3/12/2014).
Para ilmuwan mengklaim, gabungan bukti-bukti genetika, genealogi atau silsilah, dan arkeologi menunjukkan peluang, 6,7 juta dibanding 1 atau 99,99 persen bahwa belulang berusia 500 tahun adalah Richard III -- yang tewas mengenaskan secara brutal dalam Perang Bosworth pada 1485.
Namun misteri baru muncul...
Studi terbaru juga menguak, sang raja memiliki mata biru dan diduga kuat berambut pirang. Berbeda dengan gambaran yang selama ini diyakini. Bahwa ia berambut hitam dan bermata tajam.
"Ada sejumlah gen yang berpengaruh dalam coding (pengkodean) rambut dan warna mata... Bukti-bukti genetika mengarah pada kemungkinan 96 persen ia memiliki mata biru, dan 77 persen memiliki rambut pirang -- meski mahkota kepalanya itu bisa menjadi lebih gelap seiring bertambahnya usia," demikian tambah King seperti dikutip dari CNN.
Sejumlah foto atau gambaran Richard III diketahui dibuat sekitar 20-30 tahun pasca-kematiannya. Para seniman yang melukisnya diduga terpengaruh propaganda. Berdasarkan temuan DNA menunjukkan, lukisan milik Society of Antiquaries of London adalah yang paling mendekati penampilan nyatanya.
Uji genetika dan riset genealogi yang rinci mengonfirmasi bahwa kerabat Richard III yang masih hidup, dari garis ibu, Michael Ibsen memiliki DNA mitokondria (mtDNA) yang sesuai. DNA mitokondria hanya diturunkan dari ibu kepada anak-anaknya.
Para ilmuwan juga menemukan kerabat kedua -- yang awalnya tak diketahui namun ternyata memiliki mtDNA yang nyaris sama dengan Richard III -- yakni seorang warga London kelahiran Selandia Baru, Wendy Duldig. Namun, para ahli hingga saat ini belum bisa melacak kerabat hidup sang raja dari garis ayah, menggunakan Kromosom-Y -- kromosom yang membawa sifat laki-laki.
Berdasarkan itu, teka-teki lain yang mengemuka adalah: bahwa Richard III dan penguasa Inggris yang lain diduga kuat naik takhta dengan 'jalan darah' -- perang atau perebutan kekuasaan yang brutal.
Raja dan Ratu Inggris Tak Berhak Berkuasa?
Raja dan Ratu Inggris Tak Berhak Berkuasa?
Ahli genealogi, Kevin Shurer mengatakan, sebenarnya mudah untuk melacak kerabat potensial Richard III dari garis ayah. Sebab, dokumen silsilah -- daftar bangsawan Inggris -- membuatnya mudah untuk menelusuri kekerabatannya abad demi abad.
Satu dari lima potensial kerabat hidup dari garis ayah, mengaitkan Richard III ke pendahulunya, Edward III, lalu John of Gaunt (1340-1399), baru kemudian ke Henry Somerset, Adipati Kelima (Duke of) Beaufort (1744-1803). Namun, temuan itu justru makin membingungkan.
Sebab, 1 satu dari 5 kemungkinan diabaikan, sebab memiliki Kromosom-Y yang tak sesuai dengan 4 lainnya. Temuan itu mengarah pada dugaan bahwa salah satu kerabat 'memalsukan garis keturunan dari ayah'. Dan ketika Turi King menguji 4 lainnya, ia menemukan ketidaksesuaian serupa -- "kepalsuan" garis keturunan ayah, yang mundur ke belakang hingga Edward III.
"Kami tak bisa mengungkap di mana garis itu terputus. Kami sama sekali tak tahu -- bisa jadi salah satu dari 19 rantai keturunan, dari 2 individu tersebut: Richard dan Edward III," kata Shurer.
Jika rantai yang putus itu terjadi pada beberapa generasi pertama, sekitar Richard III maka, itu akan menimbulkan pertanyaan: jangan-jangan sejumlah raja atau ratu tak berhak -- secara keturunan -- memerintah Inggris Raya.
"Ada sejumlah tokoh terkenal dan orang-orang penting dalam rantai itu," kata Shurer. "Ada 2 raja Richard dan Edward III, jika rantai yang putus terjadi di garis Yorkist. Itu mungkin akan memicu pertanyaan tentang legitimasi Yorkists (House of York) atas takhta."
"Garis Lancastrian (House of Lancaster) muncul melalui sisi keluarga John of Gaunt. Jadi jika rantai itu terputus di sana, menimbulkan pertanyaan tentang tegitimasi penguasa Lancastrian, termasuk Dinasti Tudor."
Namun, dia menambahkan Tudor punya argumen soal hak mereka berkuasa. Sebab, mereka merebutnya langsung dari Richard III lewat Pertempuran Bosworth.
Lalu bagaimana dengan Dinasti Windsor, di mana Ratu Elizabeth II kini berkuasa berasal?
Shurer menjelaskan, apapun implikasinya, penguasa saat ini tak bisa digoyang dari takhta
"Kami tidak mengatakan bahwa House of Windsor tak punya legitimasi untuk mengklaim takhta. Tak ada kaitannya," kata Shurer. "Suksesi kerajaan tak seperti itu. Memang, mungkin tak ada garis suksesi yang linear antara Edward III dan Elizabeth II. Namun, bagaimanapun mereka saling berkait satu sama lain sebagai penguasa. Kerajaan tetap ajeg selama berabad-abad, melalui segala macam liku-liku dan perubahan."
Dan Shurer menambahkan, "Monarki adalah peluang dan kesempatan, kemungkinannya sama besar dengan (mendapatkannya lewat) garis keturunan." (Ein/Riz)
Advertisement