Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan terus mendalami kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012-2013 di Kementerian Agama. Pun termasuk beberapa bisnis yang dilakoni sejumlah penyelenggara negara dalam penyelenggaraan haji tersebut.
"(Bisnis) Sedang didalami," kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/11/2014).
KPK sendiri sudah mengantongi sejumlah nama penyelenggara negara yang diduga turut bermain bisnis terkait penyelenggaran haji. Termasuk bisnis pemondokan haji yang diduga dilakukan Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) versi mukhtamar Jakarta Djan Faridz.
"Ya kan waktu itu diindikasikan begitu," kata Adnan.
Karenanya, KPK masih terus mendalami dugaan bisnis-bisnis tersebut. Tak terkecuali memproses bisnis pemondokan haji yang dilakukan Djan yang juga mantan Menteri Perumahaan Rakyat tersebut.
"Buat kita yang penting sejauh mana ada penyimpangan kita proses," ujar Adnan.
Adnan lebih jauh mengatakan, bahwa KPK tak segan untuk menjerat siapa saja yang diduga terlibat dalam penyelenggaraan haji ini. Termasuk mereka yang berpotensi sebagai tersangka.
"Ini akan ditingkatkan ke pihak lain yang berpotensi," kata Adnan.
Dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2012-2013 ini, selain menjerat mantan Ketua Umum DPP PPP Suryadharma Ali (SDA) sebagai tersangka, juga diduga turut menyeret kader PPP lainnya yang ikut dalam bisnis pemondokan haji. Ketua Umum PPP versi Muktamar Jakarta Djan Faridz dikabarkan turut berbisnis dalam pemondokan haji. Djan diduga dapat proyek pemondokan haji selama SDA menjabat Menteri Agama.
Ketua KPK Abraham Samad sebelumnya juga memastikan bahwa pihaknya akan mengungkap adanya dugaan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan penyelenggara negara lain selain SDA dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaran haji ini. Karenanya, KPK akan menjadikan SDA sebagai pintu masuk untuk mengungkap keterlibatan penyelenggara negara lainnya itu.
"Makanya kita mau lihat sejauh mana keterlibatan (pihak lain). Jadi sebenarnya SDA itu cuma pintu masuk untuk membongkar benang kusut dalam pengelolaan ibadah haji yang selama ini membuat orang semakin menderita," ujar Abraham belum lama ini.
SDA Tersangka
KPK sebelumnya menetapkan Suryadharma Ali (SDA) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012-2013 di Kementerian Agama. Dalam penyelenggaraan ibadah haji yang menelan anggaran sampai Rp 1 triliun itu, SDA selaku Menteri Agama diduga telah menyalahgunakan kewenangannya untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Modus penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan politikus PPP itu antara lain dengan memanfaatkan dana setoran awal haji milik masyarakat untuk membayari keluarga dan koleganya serta pejabat dan tokoh nasional untuk pergi naik haji. Selain keluarga SDA sendiri, di antara yang ikut diongkosi naik haji itu adalah para istri pejabat-pejabat Kemenag.
Di sisi lain, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah mengeluarkan Laporan Hasil Analisis (LHA) terkait kasus ini. PPATK menemukan adanya transaksi mencurigakan yang memperlihatkan bahwa SDA mengajak sedikitnya 33 orang untuk berangkat naik haji pada 2012 lalu.
Selain soal naik haji gratis bagi keluarga, kolega, pejabat, dan tokoh nasional itu, KPK juga menduga adanya penyelewengan mengenai kuota jemaah haji yang dilakukan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH). Tak cuma itu, KPK turut mencium adanya dugaan kejanggalan dalam Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) atau biasa disebut dengan ongkos naik haji. Karena di dalam BPIH terdapat beberapa item di antaranya katering, pemondokan, dan transportasi jemaah haji di Arab Saudi yang diduga terdapat penggelembungan harga.
Terkait BPIH itu, kuat disinyalir Kemenag juga 'mendahului' Komisi VIII DPR. Sebab, penentuan BPIH dan item-item di dalamnya disebut-sebut dilakukan Kemenag tanpa persetujuan Komisi VIII.
Oleh KPK, dalam kasus ini SDA dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 KUHPidana.
Advertisement