Liputan6.com, London - L'histoire se repete... Lebih dari 100 ilmuwan meyakini, sejarah bisa jadi berulang. Dan ini yang membuat mereka ketar-ketir: pada 65 juta tahun lalu, asteroid raksasa menghujam Bumi. Dinosaurus yang kala itu menjadi penguasa dunia punah.
Itu bukan satu-satunya. Pada 3,26 miliar tahun lalu, batu angkasa selebar 23-36 mil atau 37-58 kilometer menubruk Bumi, menciptakan kawah selebar 500 km, dan memicu tsunami terdahsyat, dibanding yang pernah ditimbulkan semua gempa bumi yang diketahui selama ini.
Sekitar 100 ilmuwan dan astronot terkemuka, termasuk Dr Brian May dan Chris Hadfield menandatangani deklarasi, yang menuntut peningkatan aksi untuk menanggulangi objek-objek angkasa yang berpotensi menamatkan kehidupan di muka Bumi.
Dalam sebuah acara yang dijadwalkan dilangsungkan pada 30 Juni 2015, dalam konser bergaya Live-Aid, mereka akan menyerukan pada dunia bahwa manusia sejatinya di ambang bahaya, kecuali tindakan pencegahan dilakukan.
Acara Asteroid Awareness Day, diadakan bertepatan dengan peringatan Insiden Tunguska Siberia. Batu angkasa yang jatuh pada 30 Juni 1908 adalah yang terbesar dalam sejarah, menyebabkan kehancuran di wilayah setara ukuran kota metropolitan, 2.000 kilometer persegi.
Untung, batu angkasa yang menabrak kawasan terpencil itu tak menimbulkan korban jiwa. Tapi, bayangkan jika kejadiannya di tengah kota besar yang ramai...
Seperti Liputan6.com kutip dari situs Daily Mail, mereka yang menandatangani 100x Asteroid Declaration berpendapat, teknologi yang bisa mendeteksi, melacak, dan mempertahankan Bumi dari dampak tubrukan asteroid wajib dikembangkan secepat mungkin.
Para ilmuwan dan sederet orang ternama itu meminta peningkatan 100 kali lipat kemampuan deteksi dan monitoring objek dekat Bumi atau near Earth objects (NEOs).
Diperkirakan ada jutaan batu angkasa yang bisa membahayakan Bumi. Namun, baru 10 ribu atau hanya 1 persen yang diketahui keberadaannya. Insiden ledakan meteorit di Kota Chelyabinsk, Rusia pada Februari 2013 yang melukai lebih dari 1.600 orang menjadi bukti, malapetaka bisa jadi datang dari langit.
"Makin kita tahu tentang dampak asteriod, makin jelas bahwa umat manusia hidup dalam waktu yang terbatas," kata Dr Brian May, astrofisikawan sekaligus gitaris band tenar Queen seperti Liputan6.com kutip dari Daily Mail, Kamis (4/12/2014).
"Kita baru mengetahui keberadaan kurang dari 1 persen objek yang sebanding dengan batu angkasa yang memporakporandakan Tunguska. Tak ada yang tahu kapan yang lebih besar akan menghujam Bumi."
Acara yang akan digelar Juni tahun depan juga akan diisi dengan diskusi tentang solusi untuk melindungi umat manusia, dari dampak jatuhnya batu angkasa yang menyelonong masuk dan lolos dari pembakaran di atmosfer.
"Kita sudah memiliki teknologi untuk membelokkan asteroid berbahaya menggunakan penubruk kinetik (kinetic impactors) dan dengan pendorong gravitasi. Namun semua itu baru bisa dikerahkan jika kita mengetahui potensi bahaya setahun sebelum kejadian," kata mantan astronot, Dr Ed Lu.
"Sekarang saatnya kita bangkit dan maju. Ini adalah satu-satunya bencana alam yang kita tahu, ada cara untuk mencegahnya terjadi."
Hayabusa Menuju Asteroid
Advertisement
Pada Rabu 3 Desember 2014, Badan Antariksa Jepang atau Japan Aerospace Exploration Agency's (JAXA) meluncurkan pesawat Hayabusa2 dalam sebuah misi ambisius: membuat lubang di asteroid dengan ledakan, lalu mengambil sampelnya dan membawanya ke Bumi.
Seperti dikutip dari situs sains SPACE.com, Hayabusa2 mengangkasa dari Tanegashima Space Center. Jika misi berhasil, maka pada akhir 2020, pesawat itu akan membawa pulang sample Asteroid 1999 JU3.
Hayabusa2 adalah generasi penerus dari Hayabusa yang berhasil membawa sampel berharga asteroid ke Bumi pada 2010 -- setelah menjalani misi selama 7 tahun di luar Bumi. (Ein/Tnt)
Baca Juga