Kuasa Hukum Ervani: Kesimpulan Saksi Ahli dari JPU Prematur

Syamsudin Nurseha, kuasa Hukum Ervani Emi Han berharap, Majelis Hakim dapat mempertimbangkan pendapat dari Komnas HAM.

oleh Yanuar H diperbarui 05 Des 2014, 04:59 WIB
Syamsudin Nurseha, kuasa Hukum Ervani Emi Han berharap, Majelis Hakim dapat mempertimbangkan pendapat dari Komnas HAM.

Liputan6.com, Yogyakarta - Syamsudin Nurseha, kuasa Hukum Ervani Emi Handayani menilai, saksi ahli dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut status Ervani sebagai penghinaan terlalu prematur dan tidak pas, dalam kasus dugaan pencemaran nama baik di Facebook.

Menurut Syamsudin, keterangan Guru Besar Sastra Indonesia FIB UGM I Made Putu Wijana itu berbeda dengan keteranganya sendiri. Menurut Wijana teks dan konteks tidak dapat dipisahkan, namun dirinya dalam persidangan menyebutkan dirinya tidak memahami secara utuh konteks yang melatarbelakangi Ervani menulis teks, yang menyebut Ayas tidak pantas jadi pimpinan, seperti anak kecil dan lebay.

"Kita pertanyakan tadi dia menyimpulkan teks itu sebagai penghinaan tapi konteksnya saja dia tidak mengerti secara utuh. Padahal dia bilang tidak bisa terjemahkan teks tanpa melihat konteksnya. Menurut saya kesimpulan dia tentang Ervani itu penghinaan, itu terlalu cepat, prematur, karena dia tidak paham konteksnya," ujar Syamsudin di PN Bantul, Yogyakarta, Kamis (4/12/2014).

Syamsudin menilai, keterangan saksi ahli tersebut tidak mengerti konteks Ervani yang menulis di Facebook. Juga tidak bisa dijadikan landasan Jaksa maupun Majelis Hakim menyalahkan kliennya sebagai pencemaran nama baik.

"Ahli bahasa dari Jaksa menyatakan bahwa dia tidak mengerti secara utuh konteks dari teks yang diunggah dari Ervani. Jadi menurut saya kesimpulan ahli bahasa dari Jaksa yang menyatakan bahwa teks yang diunggah Ervani sebagai pencemaran nama baik, itu bertentangan dengan pernyataan dia sebelumnya (tidak tahu konteks secara utuh)," kata Syamsudin.

Surat Komnas HAM

Komnas HAM telah mengirimkan surat kepada Majelis Hakim sidang kasus Ervani. Direktur LBH Yogyakarta Syamsudin Nurseha mengatakan, pada 1 Desember lalu pihaknya mengirimkan surat itu. Surat itu pun sudah diterima Majelis Hakim.

Surat tersebut perihal penyampaian Pendapat Komnas HAM dalam perkara pidana 196/pidsus/PN Bantul. Komnas HAM sesuai UU Nomor 12 Tahun 2005 Pasal 19 ayat 2 tentang ratifikasi dan konvensi hak sipil politik, di mana Komnas HAM diperobolehkan memberikan pendapatnya.

"Surat dari Komnas HAM 1 Desember itu menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Ervani adalah bagian dari hak warga negara untuk berpendapat. Itu dijamin dalam Pasal 19 ayat 2. Proses hukum yang dijalani Ervani ini akan jadi preseden buruk, karena akan menciptakan ketakutan di kalangan masyarakat yang ingin menyampikan pendapat," ujar Syamsudin.

Dia berharap, diterimanya surat itu Majelis Hakim dapat mempertimbangkan pendapat dari Komnas HAM. Komnas HAM meminta kepada Majelis Hakim agar memutus perkara ini dengan fair dan objektif dan memperhatikan norma hak asasi manusia.

"Penginnya Hakim mempertimbangkan pendapat Komnas HAM. Karena di UU kekuasaan kehakiman itu dimungkinkan seseorang yang tidak terkait suatu perkara tapi dia menguasai perkara itu, dia bisa memberikan pendapat," ujar Syamsudin.

Sidang kasus Ervani selanjutnya akan dilaksanakan Kamis pekan depan 11 Desember dengan agenda tuntutan jaksa. Syamsudin berharap, agar Jaksa dapat menuntut bebas kliennya, karena tidak terbukti bersalah.

"Kamis pekan depan mendengarkan tuntutan Jaksa. Harapan Jaksa menuntut bebas. Bahwa yang disampaikan itu bukan penghinaan, tapi kritikan pada pimpinan Jolie," tandas Syamsudin.

Status Ervani

Suami Ervani, Alfa Janto mengisahkan awal mula istrinya ditahan. Pada 13 Maret 2014 lalu, ia yang bekerja sebagai petugas keamanan di Toko Jolie Yogya Jewellery menolak dimutasi perusahaannya ke Cirebon, Jawa Barat.

Dia beralasan, dalam perjanjian perusahaan tidak ada ketentuan mutasi pegawai. Pihak perusahaan lalu memberikan 2 opsi, yakni mengundurkan diri dari perusahaan atau bersedia dimutasi. Tanpa sepengetahuan Alfa, sang istri Ervani menuliskan curahan hatinya di media sosial grup Facebook Jolie Yogya Jewellery, soal kejadian yang dialami suaminya pada 30 Mei 2014.

"Ya, sih Pak Har baik, yang nggak baik itu yang namanya Ayas dan spv lainnya. Kami rasa dia nggak pantas dijadikan pimpinan Jolie Yogya Jewellery. Banyak yang lebay dan masih labil seperti anak kecil!" demikian posting Ervani di grup Facebook tempat suaminya bekerja.

Hal itu membuat Ayas yang namanya disebut dalam postingan di Facebook melaporkan Ervani ke polisi pada 9 Juni 2014. Ervani sebenarnya sudah menyampaikan permintaan maaf, namun tetap dilaporkan ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik. Sebulan kemudian, 9 Juli 2014, Ervani dipanggil polisi dimintai keterangannya. Usai pemeriksaan, dia langsung ditetapkan sebagai tersangka.

Ervani lalu mendekam selama 20 hari di Lapas Wirogunan Yogyakarta. Saat ini Ervani menjalani sidang dengan penangguhan penahanan yang dijamin oleh 50 orang. Setiap jalannya sidang, hadir puluhan hingga ratusan orang dari forum solidaritas warga korban Undang-Undang ITE. (Rmn)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya