Cerita Lain Saat Tsunami 2004 Menerjang

Agus Salim yang tinggal di Sigli, Aceh mengatakan saat itu ia berada di rumah yang berjarak sekitar 200 meter dari bibir pantai.

oleh Liputan6 diperbarui 05 Des 2014, 07:37 WIB
Agus Salim yang tinggal di Sigli, Aceh mengatakan saat itu ia berada di rumah yang berjarak sekitar 200 meter dari bibir pantai.

Liputan6.com, Jakarta - Gempa berkekuatan 9,1 skala Richter di lepas pantai Banda Aceh memicu tsunami yang menelan lebih dari 230.000 jiwa. Indonesia, Sri Lanka, Thailand, India, Maladewa, Malaysia, Burma, Bangladesh, Somalia, Kenya, Tanzania, Seychelles, termasuk negara-negara yang dilanda bencanaini.

Seperti dilansir BBC, Jumat (5/12/2014), 10 tahun telah berlalu. Di manakah Anda saat tsunami menerjang tepatnya pada 26 Desember 2004? Ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam, Banda Aceh, porak-poranda akibat bencana maha dahsyat ini.

Ratusan cerita telah terjaring melalui Facebook BBC Indonesia. Seperti Agus Salim yang tinggal di Sigli, Aceh mengatakan saat itu ia berada di rumah yang berjarak sekitar 200 meter dari bibir pantai.

"Kalian bisa membayangkan sendiri suasananya seperti apa. Hari itu (dan beberapa waktu setelahnya) benar-benar sangat membekas dalam ingatan saya," tulis Agus Salim melalui Facebook BBC Indonesia.

Faiz Surfing Saizrees menulis, "Saya terbawa arus gelombang tsunami dan rumah saya hancur keluarga tidak selamat. Saya berasal dari Lampuuk, Lhok Nga, Aceh besar...jarak desa dengan pantai hanya 1 km saja."

Ammaris Ammar yang tinggal di Aceh Utara menulis pada saat tsunami menyapu wilayah Aceh, dirinya tengah mencuci sepatu.

"Saya ke laut yang jaraknya sekitar 5 kilometer...terdiam dan terpaku melihat mayat-mayat diangkut pakai becak," tulis Ammaris.

"Aku sangat gelisah dan takut karena saat pulang ke rumah lampu mati dan aku takut. Tapi di Aceh Utara tidak terlalu parah dibandingkan di Banda Aceh," tambah dia.

Melalui Twitter BBC Indonesia, Rasam Nurrizqy juga mengaku pada 26 Desember 2004, ia berada di Ancol, Jakarta. "Terjadi ombak dan angin yang sangat kencang tidak biasanya, besoknya ada berita tsunami Aceh," tulis Rasam.

Kus Biantoro, melalui Facebook BBC Indonesia mengatakan, melihat besarnya ombak secara langsung.

"Sedang tugas offshore di Laut China Selatan. Terasa gempanya dan...kami diberi kesempatan melihat besarnya ombak secara langsung," kata Kus.

Lyni Kusniati Silaban pun menulis. "Saya lagi dalam perjalanan pulang Natalan naik kapal laut dari Batam ke Medan berangkat 25 Desember. Tidak terasa sama sekali goncangan gempa kala itu...setelah berlabuh di Belawan itulah baru dapat kabar tentang tsunami di Aceh."

Ria Soraya juga bertutur, "saya di rumah saya di Punge Jurong, Banda Aceh, daerah rumah hancur tidak bersisa."

Begitu juga Kania Dimyati, "saat itu saya di rumah ibuku di Tasikmalaya...sedih dan menangis melihat tayangan di TV."

Rahmatul Fahmi Sulaiman, "sedang di rumah pagi itu, hanya berjarak 100 meter dari bibir pantai. Setelah gempa yang mengerikan itu, dari arah jalan raya ada yang berteriak, 'air laut naiik...lari!' Tapi alhamdulillah di pinggir pantai ada bukit pasir yang membendung dahsyatnya gelombang itu."

"Walau pun bukitnya sampai hancur, tapi airnya tidak sampai menghancurkan saat masuk ke desa. Sekarang wilayah ini sudah jadi desa terbesar di Aceh. Penduduk korban tsunami banyak yang direlokasi di desa ini, ada 8 titik perumahan baru," kenang Fahmi.

Musisi Jhon Paul Ivan pun menulis kisahnya,"di rumah (Surabaya) bersama keluarga besar...merayakan Natal, kami ikut sedih melihat berita di TV, segera kami berdoa semoga diberikan ketabahan bagi para korban bencana tersebut."

Medan Tio Minar Manullang, "saat tsunami terjadi, saya berada di Panipahan karena tugas memimpin sebuah gereja, di mana tempat itu adalah sebuah daerah kecil yang rumah-rumahnya berada di atas laut."

"Saya kaget melihat air itu begitu dasyatnya menyapu kota di mana aku dilahirkan dan dibesarkan. Yang lebih sedihnya ku rasakan dan serasa tak percaya bagaimana aku pernah tinggal ditepi pantai itu yang bernama Ulhee Lhee," sambung Tio.

Rusidi Wong Pati Cluwak juga sama, "saat tsunami di Aceh terjadi 26 Desember 2004, saya mendengar melalui televisi, 3 hari kemudian saya berangkat ke Aceh bersama organisasi WALUBI bekerja sama dengan TNI AU memberikan bantuan rumah sakit lapangan di Blang Bintang, dapur umum, penyulingan air bersih, membangun seribu barak yang berlokasi di Mataie dan Blang Bintang Aceh Besar," kenang Rusidi. (Rmn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya