Lelang Spektrum Sisa Frekuensi 3G Belum Juga Digelar

Pemerintah rencananya akan menggelar kembali lelang spektrum di pita frekuensi 2100 Mhz yang ditinggalkan XL dan Axis.

oleh Denny Mahardy diperbarui 06 Des 2014, 12:20 WIB
Kualitas layanan telekomunikasi operator seluler sedang banyak dikeluhkan oleh para pelanggannya.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah rencananya akan menggelar kembali lelang spektrum di pita frekuensi 2100 Mhz yang ditinggalkan PT XL Axiata Tbk dan PT Axis Telekom Indonesia (XL dan Axis). Lelang alokasi frekuensi tersebut akan diiringi dengan penataan ulang frekuensi agar kualitas layanan operator bisa semakin baik.

Namun, hingga saat ini rencana lelang kembali frekuensi yang tersisa di pita frekuensi yang dipakai untuk broadband 3G itu masih belum juga terlaksana. Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mengaku pihaknya masih belum melihat rencana lelang frekuensi akan digelar dalam waktu dekat.

Nonot Harsono selaku Komisioner BRTI menyebutkan, saat ini operator terlihat belum memiliki kebutuhan maupun kemampuan untuk menambah alokasi frekuensi yang dimilikinya. Persaingan yang kian ketat di industri telekomunikasi dinilainya membuat operator semakin kehilangan daya bayar.

"Daya bayar operator sudah sangat rendah sekarang ini. Tetap memaksakan biaya up front fee ke operator yang mau dapat alokasi frekuensi sebenarnya kurang tepat sekarang ini. Sebaiknya dilihat kebutuhannya seberapa besar. Kalau memang di industri ada pemain yang butuh tambahan frekuensi tapi dananya susah ya kasih saja dulu," ungkap Nonot.

Pria yang juga berprofesi sebagai dosen itu menyarankan Kementerian Keuangan maupun Dewan Perwakilan Rakyat tak terlalu menuntut jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang besar tiap tahun tanpa melihat kebutuhan masyarakat dan industri yang ada di Tanah Air.

"Kalau kita mengalah untuk peningkatan kualitas komunikasi yang kian penting, apa salahnya? Kebutuhan masyarakat yang bisa lebih maju dengan layanan komunikasi yang kian berkualitas bisa membantu Indonesia mendapat devisa dari proses ekonomi yang berlangsung di masyarakat. Apalah artinya Rp 300 miliar up front fee dengan roda ekonomi negara yang berputar kian kencang dan hasilkan devisa triliunan rupiah?," ungkap Nonot.

Nonot menjelaskan kedua blok alokasi frekuensi yang masing-masing seluas 5 Mhz sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas layanan tekomunikasi yang ada di Indonesia.

"Lebih baik dimanfaatkan untuk masyarakat daripada ujung-ujungnya cuma dibiarkan biar nggak mubazir," tandasnya melalui saluran telepon. (den/isk)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya