KPK Temukan Perusahaaan Akal-akalan di Kasus Ketua DPRD Bangkalan

KPK menetapkan 4 tersangka terkait kasus dugaan suap jual beli pasokan gas alam untuk PLTG di Bangkalan dan Gresik.

oleh Sugeng Triono diperbarui 09 Des 2014, 11:35 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (Liputan6.com/Dok)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami perkara dugaan suap terkait jual beli gas alam untuk pembangkit listrik di wilayah Gresik, Jawa Timur, dengan tersangka Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron.

Dalam perjalanannya, selain sudah menetapkan sejumlah tersangka yang berhasil diamankan saat operasi tangkap tangan. KPK juga menemukan indikasi bahwa para pelaku menggunakan perusahaan fiktif dalam menjalankan kejahatannya.

"Dari perkara-perkara yang kita tangani banyak terlihat itu (penggunaan perusahaan fiktif) seperti kasus Hambalang kan banyak PT-PT nya yang sebetulnya bukan PT yang berintegritas bagus, akal-akalan sebagian," ujar Wakil Ketua KPK Zulkarnaen di kantornya, Jakarta, Selasa (9/12/2014).

Zulkarnaen mengatakan, modus operandi semacam ini, memang sudah kerap dipakai para koruptor dalam sejumlah perkara. Hal ini untuk mengelabui dan mengeruk uang negara secara tidak halal.

"Memang PT-nya benar atau abal-abal. Atau bisa juga orangnya menduduki posisi itu orang-orangan. Kan begitu, ini juga bagian permasalahan yang harus kita integrasikan untuk kita cegah," kata dia.

KPK menetapkan 4 tersangka terkait kasus dugaan suap jual beli pasokan gas alam untuk pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) di Bangkalan dan Gresik, Jawa Timur.

Mereka adalah Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron, ajudan Fuad bernama Rauf, Direktur PT Media Karya Sentosa Antonio Bambang Widjatmiko, dan anggota TNI Angkatan Laut Kopral Satu TNI Darmono.

Fuad dan Rauf dikategorikan sebagai penerima suap. Mereka dikenakan Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 5 ayat 2,‎ serta Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi‎ (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Sedangkan Antonio selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a, Pasal 5 ayat 1 huruf b, serta Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.‎ Sementara khusus Darmono proses hukumnya dilimpahkan KPK ke peradilan militer, dalam hal ini Polisi Militer TNI Angkatan Laut. (Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya