Di Klinik Saintifikasi Jamu, Pasien Diberi Herbal

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia terus berupaya menyosialisasikan khasiat jamu.

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 09 Des 2014, 12:29 WIB
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia terus berupaya menyosialisasikan khasiat jamu.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan Republik Indonesia terus berupaya menyosialisasikan khasiat jamu. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan membangun Klinik Saintifikasi Jamu Hortus Medicus. 

Klinik tipe A yang terletak di Jalan Raya Lawu Nomor 11, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah, berada di bawah naungan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT), dan sudah ada sejak 2007.

"Namun, sebelum resmi di sini, lokasinya berpindah-pindah. Barulah pada Januari 2014, Klinik Saintifikasi Jamu Hortus Medicus berlokasi di sini, dan diresmikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia saat itu, Ibu Nafsiah Mboi," kata Koordinator Klinik Saintifikasi Jamu, dr. Danang Ardianto kepada sejumlah wartawan dalam `Saintifikasi Bahan Herbal Media Trip Bersama SOHO Global Health`, di Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah, Senin (8/12/2014)

Lebih lanjut dia, mengatakan, `obat` yang digunakan di klinik ini hanya jamu, tanpa obat kimia. Sebelum digunakan, bahan baku yang dipanen dari kebun akan diteliti terlebih dahulu oleh farmasi, lalu masuk ke tahap uji obat, dan dilihat khasiat serta keamanan dari bahan yang digunakan. "Kalau terbukti aman dan berkhasiat, baru digunakan di klinik ini," kata Danang menambahkan.

Karena masih sedikit individu yang mau menerima manfaat dan khasiat dari jamu atau obat herbal, maka setiap pasien yang datang ke Klinik Saintifikasi Jamu Hortus Medicus ada yang dijadikan subjek penelitian.

"Kenapa? Karena, setiap dokter memberikan sesuatu ke pasien, pasti yang ditanya adalah bukti ilmiah," kata Danang. "Indonesia berbeda dengan Tiongkok. Mereka punya bukti ilmiah tertulis, sedangkan Indonesia masih turun temurun dari nenek moyang saja," kata Danang menambahkan.
 
Menurut dia, pasien yang berobat ke Klinik Saintifikasi Jamu paling banyak yang berhubungan dengan degeneratif, seperti Hipertensi, Diabetes Militus, Asam Urat, Kolesterol, dan Osteoporosis. "Ada juga sebagai promotif preventif, ada juga yang ingin langsing, dan tak sedikit pula yang mencari obat afrosidiak," kata Danang.

Klinik Saintifikasi Jamu Hortus Medicus Didukung oleh tim modis yang telah mengikuti berbagai pelatihan berbasis herbal, apoteker yang berpengalaman dalam formulasi tanaman obat, asisten apoteker serta tenaga laboratorium kesehatan. Sumber daya manusia terdiri atas 5 orang dokter, 1 orang apoteker, 3 asisten apoteker, 1 orang analisis kesehatan (laboratorium), 1 perawat dan 1 rekam medis.

Untuk jamu yang digunakan, Danang menjelaskan ada dua bentuk, kapsul dan godokan (rebusan). Semua akan diberikan tergantung dari kebutuhan pasien.


Keunggulan Klinik



Keunggulan dari Klinik Saintifikasi Jamu  Hortus Medicus

dr. Danang Ardianto menyebut ada dua keunggulan yang dimiliki oleh Klinik Saintifikasi Jamu Hortus Medicus, berfungsi sebagai penelitian dan pelayanan atau dengan kata lain penelitian berbasis pelayanan.

Dia menjelaskan, karena klinik ini berada pada lembaga Litbangkes Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, maka sejumlah pasien di klinik tersebut diikutsertakan menjadi subjek penelitian, tergantung dari penelitian itu sendiri.

"Tujuannya, sesuai dengan namanya yaitu klinik saintifikasi jamu, maka kami ingin memberikan bukti ilmiah dari jamu, supaya nanti bisa diterima oleh kalangan ilmiah maupun masuk ke pelayanan kesehatan formal," kata dia.

Meski pun setiap pasien yang datang akan berikan jamu, tetap saja mereka harus menandatangi inform concern terlebih dahulu.

"Alasannya, karena Jamu belum menjadi golden standar untuk pengobatan," kata dia menjelaskan.

Lebih lanjut Danang, mengatakan, bila pasien diabetes militus menjalani pengobatan secara konvensional di rumah sakit, dan akan diberikan obat anti-diabetes, maka pasien tidak harus menandatangi inform concern terlebih dahulu. Karena memang itu adalah obat standarnya.

"Tetapi, kalau misalkan di sini pasien DM diberikan jamu seperti sambiroto, brotowali, daun salam, dan sebagainya, tetap harus menandatangani karena ini dalam rangka penelitian," kata Danang.

Penandatanganan inform concern, lanjut Danang, sebagai bentuk persetujuan pasien bahwa mereka mendapatkan terapi ini masih dalam ranah penelitian.


Pasien dari Malaysia dan Singapura



Pasiennya ada yang berasal dari Malaysia dan Singapura


Biaya berobat yang terjangkau, rata-rata Rp 20 ribu tanpa biaya dokter, membuat sejumlah pasien berbondong-bondong berobat ke Klinik Saintifikasi Jamu Hortus Medicus. Pukul 13:00 WIB saja, jumlah pasien yang datang ke sana berjumlah 150 sampai 200 orang. 

"Tidak hanya yang berasal dari Indonesia, yang menjadi pasien di sini pun ada masyarakat Malaysia dan Singapura," kata Danang menjelaskan.

Dilanjutkan Danang, tidak semua pasien yang datang ke Klinik  Saintifikasi Jamu Hortus Medicus adalah pasien baru. Namun secara jumlah, dapat dikatakan berimbang.

"Artinya, pasien lama yang datang ke sini sudah merasakan dari manfaat jamu atau obat herbal itu," kata dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya