Tanggapan Pemred "Jakarta Post" Terkait Status Tersangkanya

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto mengatakan, Medyatama sebagai pemimpin redaksi bertanggung jawab atas pemberitaan.

oleh Raden Trimutia HattaOscar Ferri diperbarui 11 Des 2014, 22:13 WIB
Jakarta Post

Liputan6.com, Jakarta - Pemimpin Redaksi Jakarta Post Medyatama Suryodiningrat (MS) resmi ditetapkan Polda Metro Jaya sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama. Medyatama diduga melakukan penistaan Agama Islam melalui kartun dalam pemberitaan pada bulan Juli 2014.

Medyatama mengaku sangat terkejut pada saat mendengar kabar dirinya ditetapkan sebagai tersangka kasus ini. Sebab, pihaknya merasa tidak melakukan tindak pidana, namun hanya melakukan kerja jurnalistik yang mengkritisi gerakan ISIS. Bahkan, pihaknya sudah meminta maaf kepada publik terkait pemberitaan tersebut.

"Kami merasa sangat terkejut karena faktanya kami tidak melakukan tindak pidana seperti yang dituduhkan kepada kami, karena sesungguhnya yg kami lakukan adalah kerja jurnalistik yang mengkritik gerakan ISIS yang kemudian menjadi organisasi yang dilarang pemerintah," ujar dia dalam pesan singkatnya, Kamis (11/12/2014) malam.

"Kami sudah mendapat informasi mengenai hal ini dan saat ini kami sedang mempelajarinya," imbuh dia.

Bahkan, kata Medyatama, pihaknya sudah menerima pendapat dari Dewan Pers yang menyatakan bahwa kasus ini sebenarnya hanya terkait kode etik jurnalistik, yang berarti tidak termasuk tindak pidana. Sehingga hal ini seharusnya merupakan ranah dewan pers.
 
"Namun, kami menghormati proses yang berjalan dan karenanya kami akan mengikuti proses yang berlangsung sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," pungkas Medyatama.

Panggilan Pemeriksaan

Sementara Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Pol Rikwanto mengatakan, penyidik Polda Metro Jaya akan memanggil Medyatama pada pekan depan. Pemanggilan ini untuk pemeriksaan dalam kapasitas Medyatama sebagai tersangka.

"Penyidik akan memanggil saudara MS dari Jakarta Post. Rencananya minggu depan. Akan dipanggil sebagai tersangka," kata Rikwanto di Markas Polda Metro Jaya.

‎Rikwanto menjelaskan, Medyatama sebagai pemimpin redaksi bertanggung jawab atas kartun yang dinilai menistakan Islam itu. Sebab, dia diduga mengetahui dan menyetujui seluruh konten pemberitaan yang dimuat Jakarta Post setiap harinya. Termasuk kartun tersebut.

‎Permintaan Maaf dan Penarikan Kartun

Pada 8 Juli 2014, Jakarta Post telah meminta maaf, dalam dua bahasa, terkait pemberitaan yang dinilai sebagai penistaan agama. Jakarta Post juga menyesali pemberitaan dalam bentuk kartun tersebut.

"Kami dengan tulus memohon maaf dan menarik karikatur editorial yang terbit di halaman 7 pada koran The Jakarta Post edisi tanggal 3 Juli 2014. Karikatur tersebut memuat simbolisme agama yang telah menyinggung," tulis Jakarta Post.

"The Jakarta Post menyesalkan keputusan yang tidak bijak ini yang sama sekali tidak bermaksud menyerang atau tidak menghormati agama manapun."

Redaksi Jakarta Post menyebut, tujuan penggunaan kartun tersebut untuk mengkritisi penggunaan simbol-simbol agama (khususnya bendera kelompok ISIL) dalam tindakan kekerasan secara umum, dan pada kasus ini, terhadap sesama umat Muslim.

"Secara khusus, dimaksudkan untuk mengkritik kelompok ISIL, yang telah mengancam untuk menyerang Ka'bah di Makkah al-Mukarromah sebagai bagian dari agenda politiknya," imbuh redaksi Jakarta Post.

Dalam kasus ini, Medyatama dijerat dengan Pasal 156a KUHP tentang Penistaan Agama. Mengacu pada pasal tersebut, Medyatama terancam 5 tahun penjara.

Kasus ini bermula dari Korps Mubaligh Jakarta (KMJ) yang melaporkan Medyatama Suryodiningrat selaku Pemimpin Redaksi Jakarta Post ke Bareskrim Mabes Polri, Selasa 15 Juli 2014 lalu.

Para mubaligh itu menilai, Medyatama dengan sengaja melakukan penistaan Agama Islam melalui kartun yang dimuat dalam pemberitaan Jakarta Post pada Kamis 3 Juli 2014. (Rmn/Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya