Polisi Turki Tangkap Puluhan Pekerja Media Oposisi

Penangkapan ini dilakukan beberapa hari setelah Presiden Erdogan berikrar akan melawan para pendukung Fethullah Gulen.

oleh Rizki Gunawan diperbarui 15 Des 2014, 04:30 WIB
Pemimpin redaksi media oposisi, Surat Kabar Zaman (tengah). credits: EPA/BBC

Liputan6.com, Ankara - Polisi Turki menangkap sekitar 24 orang dalam razia yang dilakukan terhadap sebuah surat kabar dan stasiun TV yang memiliki hubungan erat dengan ulama Islam yang berbasis di Amerika Serikat, Fethullah Gulen.

Seperti dimuat BBC, Senin (15/12/2014), mereka yang ditangkap dituduh membentuk organisasi yang tidak sah dan mencoba untuk merebut kekuasaan negara. Di antara mereka yang ditangkap adalah para wartawan, produser, penulis naskah dan seorang kepala polisi di Turki timur.

Dalam penangkapan itu, Polisi berusaha untuk merazia kantor surat kabar Zaman, salah satu surat kabar terbesar di Turki pada Minggu 14 Desember pagi, namun kerumunan pengunjuk rasa memaksa polisi untuk meninggalkan tempat itu sebelum mereka berhasil melakukan penangkapan.

Pemimpin redaksi surat kabar tersebut, Ekrem Dumanli, mengirimkan foto dirinya sedang duduk di mejanya ke Twitter dengan mengatakan, "Para petugas polisi dipukul mundur karena adanya reaksi demokratis dari teman-teman kami. Saya berada di tempat saya dan menunggu."

Akan tetapi, polisi kemudian kembali ke kantor surat kabar Zaman pada sore hari dan menangkap Ekrem.

Para karyawan dan pendukung surat kabar itu membentangkan poster-poster dan meneriakkan "pers bebas tidak bisa dibungkam" saat polisi merazia kantor surat kabar itu.

Gulen, yang merupakan pemimpin spiritual gerakan Hizmet, merupakan saingan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Penangkapan ini dilakukan beberapa hari setelah Erdogan berikrar akan melawan para pendukung Gulen.

Kepala Urusan Luar Negeri Uni Eropa Federica Mogherini dan Komisioner Uni Eropa Johannes Hahn melontarkan kecaman atas penangkapan tersebut. Bagi mereka, langkah pemerintah Turki itu telah melanggar norma yang dijunjung tinggi Eropa.

"Sangat bertentangan dengan prinsip kebebasan media dan prinsipi demkokrasi," kata kedua petinggi Uni Eropa tersebut.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya