Jaksa Agung: Eksekusi Terpidana Mati Tersandera Putusan MK

Jaksa Agung HM Prasetyo mengaku mengalami hambatan melakukan eksekusi mati karena adanya putusan MK yang membolehkan PK lebih dari sekali.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 15 Des 2014, 13:03 WIB
Jaksa Agung M Prasetyo saat dilantik oleh Presiden Jokowi.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Jokowi-JK akan mengeksekusi 5 terpidana mati kasus narkoba. Namun, Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan pihaknya mengalami hambatan untuk melakukan eksekusi karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan peninjauan kembali atau PK lebih dari sekali.

"Ini persoalannya. Ada putusan MK yang baru katakan PK diajukan tidak hanya sekali. Sekali saja masalah bagi kita untuk laksanakan putusan mati, apalagi ini lebih dari sekali. Kita tersandera dengan putusan MK itu," kata HM Prasetyo di Kantor Wapres, Jakarta, Senin (15/12/2014).

Ia menjelaskan, bila Presiden Jokowi menolak memberikan grasi, tetap saja terpidana memiliki hak mengajukan PK, baru setelahnya bisa mendapat ‎kekuatan hukum tetap.

"Upaya hukum luar biasa nggak cuma grasi, tapi ada PK. Kalau mereka bilang ada novum ya kita tunggu. Ada laporan, sudah 2 kali yang bersangkutan ajukan PK. Kita kasih waktu 6 bulan, tapi dibilang nggak cukup. Terkesan mereka mengulur waktu. Itu hak mereka tapi masalah bagi kita," imbuh politisi Nasdem itu.

Oleh karena itu, Kejaksaan Agung akan meminta Mahkamah Agung memberi batas waktu atas pengajuan PK gar tak lagi ada kesan mengulur-ulur waktu oleh terpidana mati.

"Seperti grasi, itu dibatasi 1 bulan setelah inchract. ‎Mau 1 bulan atau 2 bulan, yang penting ada kepastian.‎ Kita akan bicara dengan MA untuk katakanlah dalam pengajuan PK ada batasan waktu. Grasi saja dibatasi 1 bulan, UU No 22 Tahun 2002 ada batasannya," tegas Prasetyo.

Terkait dengan eksekusi mati yang banyak ditentang ormas perlindungan HAM, Prasetyo menggarisbawahi ‎terpidana tersebut juga sudah melanggar hak orang lain. Soal efektif atau tidaknya hukuman mati, baru akan diketahui setelah dilakukan.

"Ini pro dan kontra. Mereka ini juga langgar HAM, hak hidup orang terenggut oleh‎ mereka. Saat ini di Indonesia sudah 4 juta yang jadi korban penyalahgunaan narkoba. Tahun depan diperkirakan 5 juta. Tiap hari 30 meninggal dunia karena narkoba. Pengguna ada aturan, pengedar dan bandar perlu diperlakukan lain, ancamannya hukuman mati itu. Hukum positif kita masih menyatakan hukuman tertinggi itu hukuman mati," tandas Prasetyo.‎

Sejauh ini, terdapat 64 terpidana kasus hukuman mati. Namun, baru 5 terpidana yang sudah berkekuatan hukum tetap sehingga bisa dieksekusi kejaksaan. Eksekusi para gembong narkoba ini dilakukan sebagai bagian dari upaya menuju Indonesia bebas narkoba pada 2015. (Ado/Mut)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya